Thursday 30 May 2013

PEMAHAMAN YANG KURANG TEPAT MENGENAI KARMA PHALA

Menurut saya
Dalam hukum karma phala itu
Tidak ada dosa-baik-buruk
Yang ada adalah sebab akibat


Karena dosa-baik-buruk terkait norma, susila, etika
Sedangkan karma phala tidak menilai
Karma phala hanya memberi hasil yang setimpal

Sering orang menganggap bahwa pahala itu adalah sesuatu yang baik saja
Sering orang berdoa semoga memperoleh pahala yang melimpah
Padahal pahala itu bisa baik dan buruk,
Tergantung kriteria penilaian kita
 
Tapi yang pasti
Pahala itu hasil yang setimpal dengan karma nya
Apakah itu karma buruk (asubha karma)
Maupun karma baik (subha karma)

DOA (MANTRAM) AGAR HIDUP ABADI (?)





Mantram dari Upanishad (Brhadaranyaka Upanishad — I.iii.28) ini banyak dipakai, dan diucapkan (chanted) berulang-ulang. Sebagaimana halnya secara umum, mengartikan suatu mantram, diperlukan kedalaman spiritual bagi yang membaca ataupun mengartikannya. Kalau tidak, kita akan cenderung hanya mendapatkan kulitnya saja, yang tidak jarang berbeda dengan isinya, alias keliru (bentuk halus dari salah) mengartikannya. Apalagi mengartikan suatu mantram yang melibatkan penterjemahan dari bahasa aslinya ke bahasa kita sendiri terlebih dahulu. Akan lebih sulit mendapatkan terjemahan yang akurat. Mantarm berikut ini sangat pendek, hanya terdiri dari 3 bait. 


Om Asato Ma Sad-Gamaya
Ya Brahman, bimbinglah aku dari yang tidak benar menuju  yang benar,
Tamaso Ma Jyotir-Gamaya
Bimbinglah aku dari kegelapan menuju cahaya yang terang
Mrtyor-Ma Amrtam Gamaya
Bimbinglah aku dari kematian menuju kehidupan abadi



Kalau kita langsung loncat ke bait terakhir, terjemahan yang sering dipakai adalah memohon bimbingan dari Tuhan / Barhman dari kematian menuju kehidupan abadi. Bilamana diartikan secara apa adanya, seolah-olah dengan doa ini, kita mengharapkan hidup yang abadi, dalam artian hidup di alam materi ini sampai akhir jaman. Yang mana hal tersebut tidak mungkin terjadi dan bertentangan dengan Dharma itu sendiri.  Namun, tidak mungkin rasanya ada mantram yang keliru. Maka kemungkinannya adalah,  kita mengartikannya tidak tepat. 

Kalau kita lihat bait pertama, - ASATo maa sad-gamaya -, mantram ini berisi permohonan bimbingan  untuk meningkatkan spiritualitas. Memohon atau punya keinginan agar tercerahkan, tercerahkan dari hal yang tidak benar, menuju hal yang benar, dari hal yang tidak nyata (semu) menuju hal yang nyata.  Yang benar (truth), yang nyata (reality) dan yang ada (existence), menurut ajaran Dharma, adalah hanya satu, yaitu yang kita sebut Brahman. Dan dalam kaitan hubungan Brahman dan Atman, maka Atman juga memiliki ketiga sifat tersebut. Yang artinya, diri kita yang sejati, yang ada, nyata dan benar adalah sang Atman.  

Jagat raya ini beserta isinya, selalu mengalami perubahan dan akan terus berubah, terus bergerak. Siklus terus berjalan, lahir-tumbuh-menua-mati (ditinggalkan)-lahir (yang baru dan lebih baik).  Tidak hanya terbatas pada hal-hal fisik, emosi manusia pun berubah-ubah, dari rasa bahagia, sedih dan marah. Menurut ajaran Dharma, kita tidak bisa menyebut dunia seperti tersebut sebagai suatu hal yang ultimately real, not ultimately true either. Ultimately, dia tidak exist. Dia Nampak real, dst, tapi sebenarnya tidak. Hal seperti ini disebut “ASAT”.  Jadi yang dituju adalah berubah dari ASAT menjadi SAT.   

Orang yang berdoa memakai mantram ini, secara teori semestinya dia sudah ingin mengurangi kemelekatan terhadap hal yang semu ini. Karena yang semu ini sangat gampang sekali, bahkan secara sekejap, bisa hilang, bagaikan istana pasir disapu ombak di pantai. Kemelakatan terhadap ASAT selalu berakhir dengan kepedihan.  Sebaliknya, SAT adalah diri kita yang sejati.  Sat adalah kebahagiaan rohani, kebahagiaan spiritual, yang pernah ada – yang saat ini ada – dan yang akan selalu ada, dan tidak akan tersapu oleh gelombang waktu. Sebenarnya SAT ada dalam setiap obyek ASAT. Tantangannya adalah, ujiannya adalah, kemampuan untuk mengupas (memisahkan antara) kulit dan isinya. Berbicara mengenai ultimate reality, kenyataan yang sejati, kita sebenarnya berbicara mengenai SAT-CIT-ANANDA.

Kalau kita lihat bait kedua – tamaso ma jyotir gamaya – artinya “bimbinglah aku dari kegelapan menuju terang". Dalam Dharma, yang dimaksudkan sebagai gelap dan terang adalah “kebodohan” dan “pengetahuan”.  Seseorang dalam kegelapan maksudnya, yang bersangkutan tidak mengetahui, ataupun mengabaikan, ataupun masih bingung mengenai kebenaran sejati. Obat dari kegelapan adalah cahaya terang, dan obat dari kebodohan adalah pengetahuan.  Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan mengenai kebenaran sejati. 




Bait ketiga – mrtyor mamrtam gamaya – artinya “bimbinglah aku dari kematian ke keabadian”.  Kalau kita lihat dua bait pertama di atas, semuanya memohon bimbingan pencerahan spiritual, maka bait ketiga ini pun masih berupa permohonan bimbingan pencerahan spiritual. Bukan memohon agar hidup abadi di dunia materi ini. Dalam ajaran Dharma, yang tak terlahirkan dan tak mati, adalah Atman, diri kita yang sejati. Sedangkan badan kasar ini, badan fisik ini, akan mati pada waktunya, dan terurai kembali ke unsur-unsur pembentuk alam. Sedangkan Atman, sang roh, tidak pernah mati. Maka yang abadi adalah Atman. Arti dari mantram bait ketiga ini, adalah memohon bimbingan agar kita sadar bahwa badan materi ini adalah sementara. Dikaitkan dengan bait pertama, bahwa kita hendaknya tidak memiliki kemelekatan kepada yang bersifat sementara, bersifat semu. Kita harus menemukan diri kita yang sejati, yang abadi, yang tidak berawal tidak berakhir. 


Dengan demikian, ketiga bait mantram ini, yang mencerminkan perjalanan (journey) seseorang, bukanlah perjalanan fisik dari satu tempat menuju ke tempat yang lain. Tapi perjalanan rohani, perjalanan di dalam diri, dari kegelapan menuju cahaya terang, yang semuanya ada dalam diri kita masing-masing.

SAT CIT ANANDA

The Moola Mantra

Om Sat-Chit-Ananda Parabrahma
Purushothama Paramatma
Sri Bhagavathi Sametha
Sri Bhagavathe Namaha


Whenever you chant this Vedic Sanskrit Mantra, even without knowing the meaning of it, that itself carries power. But when you know the meaning and chant it with feeling in your heart, then the energy will flow a million times more powerfully. It is therefore important to know the meaning of the Moola Mantra when you use it.

This Mantra is like calling a name. Just like when you call a person he comes and makes you feel his presence, in the same manner when you chant this mantra the Supreme Energy manifests everywhere around you. As the Universe is omnipresent, this Supreme Energy can manifest anywhere and anytime. It is also very important to know that invocation of the Moola Mantra with deep humility, respect and with great necessity makes the Divine Presence stronger.
OM
OM has 100 different meanings. It is said, in the beginning was the Supreme word and the word created every thing. That word is OM. If you are meditating in silence deeply, you can hear the sound OM within. The whole of creation emerged from the sound OM. It is the primordial sound or the Universal sound by which the whole universe vibrates. OM also means inviting the higher energy. This divine sound has the power to create, sustain and destroy, giving life and movement to all that exist.

SAT
SAT means all penetrating existence that is formless, shapeless, omnipresent, attribute less, and quality less aspect of the Universe. It is the Unmanifest. It is experienced as emptiness of the Universe. We could say it is the body of the Universe that is static. Everything that has a form and that can be sensed, evolved out of this Un manifest. It is so subtle that it is beyond all perceptions. It can only be seen when it has become gross and has taken form. We are in the Universe and the Universe is in us. We are the effect and Universe is the cause and the cause manifests itself as the effect.

CHIT
CHIT is the Pure Consciousness of the Universe that is infinite, omni-present manifesting power of the Universe. Out of this is evolved everything that we call Dynamic energy or force. It can manifest in any form or shape. It is the consciousness manifesting as motion, as gravitation, as magnetism, etc. It is also manifesting as the actions of the body, as thought force. It is the Supreme Spirit.

ANANDA
ANANDA means bliss, love and friendship nature of the Universe. When you experience either the Supreme Energy in this Creation (SAT) and become one with the Existence or experience the aspect of Pure Consciousness (CHIT), you enter into a state of Divine Bliss and eternal happiness (ANANDA). This is the primordial characteristic of the Universe, which is the greatest and most profound state of ecstasy that you can ever experience when you relate with your higher Consciousness.

PARABRAHMA
PARABRAHMA is the Supreme Being in his Absolute aspect; one who is beyond space and time. It is the essence of the Universe that is with form and without form. It is the Supreme creator.

PURUSHOTHAMA
PURUSHOTHAMA has different meanings. Purusha means soul and Uthama means the supreme; the Supreme spirit. It also means the supreme energy of force guiding us from the highest world. Purusha also means Man, and PURUSHOTHAMA is the energy that incarnates as an Avatar to help and guide Mankind and relate closely to the beloved Creation.

PARAMATMA
PARAMATMA means the supreme inner energy that is immanent in every creature and in all beings, living and non-living. It's the indweller or the Antaryamin who resides formless or in any form desired. It's the force that can come to you whenever you want and wherever you want to guide and help you.

SRI BHAGAVATHI
SRI BHAGAVATHI is the Feminine aspect, which is characterized as the Supreme Intelligence in action, the Power (The Shakti). It is referred to the Mother Earth (Divine Mother) aspect of the creation.

SAMETHA
SAMETHA means together or in communion with.

SRI BHAGAVATHE
SRI BHAGAVTHE is the Masculine aspect of the Creation, which is unchangeable and permanent.

NAMAHA
NAMAHA is salutations or prostrations to the Universe that is OM and also has the qualities of SAT-CHIT-ANANDA, that is omnipresent, unchangeable and changeable at the same time, the supreme spirit in a human form and formless, the indweller that can guide and help in the feminine and masculine forms with the supreme intelligence. I seek your presence and guidance all the time.

(Source: The Seattle Oneness Community)

Thursday 16 May 2013

UPANISAD

Ia menyampaikan kebenaran, kebaikan dan keindahan
Ia adalah Satwam - Siwam - Sundaram
Ia adalah campuran doa, sembahyang, berita, 
Analogi, parabel, kisah sejarah, perintah hukum dan dialog
Bahasa dialog kerohanian yang lembut 
Yang bermakna dalam
Untuk membangun kesadaran
Melalui pencapaian pengetahuan dan pengalaman 



Dialog antara murid dan guru
Murid-murid bertanya
Para pencari Tuhan didorong untuk bertanya
Guru menjawab

Dialog yang bersih dari kata-kata keras yang bersifat ancaman
Bersih dari kata-kata keras yang bersifat kutukan atau caci maki
Bersih dari kata-kata keras yang bersifat permusuhan
Kecuali terhadap musuh dalam diri

Manusia bertanya
Tuhan menjawab
Tetapi kita tidak memahami jawabanNya
Karena mereka ada di dalam kedalaman jiwa kita
Dan akan tetap berada di sana
Sampai kita mati

Jawaban sesungguhnya
Ada di dalam diri kita


Wednesday 15 May 2013

BERHENTI SEJENAK UNTUK MENDENGAR SUARA DAN MELIHAT CAHAYA


Oleh: Ngakan Made Madrasuta

Pagi-pagi waktu Nyepi saya mendengar suara burung-burung. Sesekali terdengar suara kendaraan yang melintas di jalan di depan rumah, bahkan di jalan raya yang agak jauh dari rumah. Tengah hari, tetangga di depan rumah mengadakan arisan keluarga. Suara nyayian dan percakapan mereka terdengar lebih jelas. Radio dan televisi, yang biasanya hiruk pikuk, yang menghalangi suara-suara dari luar masuk ke rumah, telah dimatikan sejak pagi. Begitulah suasana Nyepi di Jakarta.

Malam hari kami, saya, istri dan anak-anak berkumpul di ruang keluarga, bercakap-cakap tentang berbagai hal. Semuanya dilakukan tanpa penerangan lampu, gelap. Kami mendengar suara masing-masing lebih jelas, karena mata tidak dapat berfungsi, kami mencurahkan perhatian pada telinga.

Di luar rumah, kehidupan tetap berjalan seperti biasa. Tapi di dalam rumah saya merasakan dunia yang berbeda. Seperti seorang tukang perahu, yang selama satu tahun mengayuh perahu dari hulu ke hilir, hari ini saya menambatkan perahu ke tepi sungai. Di depan saya ada waktu setahun lagi untuk dilayari. Saya beristirahat di bawah sebatang pohon besar, Memandang sungai yang terus mengalir tanpa saya dan perahu saya.

Saya seperti seorang maharsi di jaman dahulu, yang menyingkir dari hiruk pikuk kehidupan dunia, menuju ke hutan untuk mencari dan bersatu dengan jiwanya. Jiwa yang adalah kesadaran murni, yaitu cahaya, kedamaian, kebenaran, dan cinta kasih.

Dalam kegelapan Nyepi, saya mencoba untuk melihat cahaya. Dalam kesunyian, saya mencoba untuk mendengar suara. Suara dari dalam. Dan in itidaklah mudah. "Bentuknya tidak dapat dilihat, tiada seorang pun melihat dia dengan mata. Mereka yang melalui hati dan pikiran mengetahui dia yang berdiam dalam hati abadi". (Svetasvatara Upanisad IV.20).

Manusia telah mampu mendengar suara yang berasal dari jarak yang jauhnya ribuan kilometer, sama jelasnya dengan suara orang yang di depannya, berkat teknologi telekomunikasi. Tapi manusia sering kesulitan mendengarsuara jiwanya, yang bersemayam dalam hati, yang jaraknya tidaklebih dari 60 cm dari telinganya.

Nyepi adalah sadhana (praktek spiritual) untuk melihat cahaya dan mendengar suara yang berasal dari gua di dalam hati.



Tuesday 7 May 2013

MUSUH ADA DI DALAM DIRI


Mencari Tuhan
Mencari cahaya terang
Nyarinya ke dalam
Ke dalam diri

Mencari musuh 
Mencari kegelapan 
Mencarinya juga ke dalam diri
Musuh ada di dalam diri 
Bukan di luar diri
Jika tidak ada cahaya terang dalam diri
Maka kegelapan lah yang ada
Persilahkan cahaya terang masuk 
Ke dalam diri
Kuasai dan kalahkan musuh 
Yang ada dalam diri

Buatlah agar cahaya terang, betah berstana 
Dalam diri




Monday 6 May 2013

PUNARBAWA

Ku kumpulkan dan kurangkai potret dirimu
Sekeping demi sekeping
Aku melihat diriku dalam dirimu
Dirinya dalam diriku
Diriku dalam diri mereka
Kenapa baru ku sadari
Betapa besar kasihmu padaku

Meski hanya dalam angan dan bayang
Kucoba hadirkan engkau 
Di hadapanku dalam busana suci mu
Untuk kudekap kaki jemarimu
Memohon ampunan dan bimbinganmu
Rasakan sejuk usapan tangamnu
Di bahuku

Adakah kita energi yang sama,
Lahir di bumi dalam waktu dan raga yang berbeda?

Om swargantu moksantu murcantu pitara dewam
Om Nama swadah

- Tabanan, 7-7-2011, Umanis Galungan -

MENCARI TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh : I Wayan Sudarma (Shri Danu Dharma P.)

Jika saya tidak mencakupkan tangan untuk memujaMu, maka lebih baik saya tidak mempunyai tangan. Jika saya melihat benda dimana saya tidak melihat kehadiranMu baik secara langsung maupun tidak langsung maka lebih baik saya tidak mempunyai mata. Jika saya mendengar sebuah ujaran yang secara langsung maupun tidak langsung menyebut namaMu, maka lebih baik saya tidak mempunyai daun telinga.Jika mulut saya mengucapkan sepatah kata yang tidak mangandung pujian untukMu maka lebih baik saya tidak punya lidah. Di dalam setiap kerdipan pikiranku terlihat cahayaMu, jika dalam pikiranku ada cahaya yang tidak merupakan kerdipanMu maka hapuslah pikiranku, oh Tuhan Yang Maha Esa, namun datang dan bersemayamlah di dalam diriku.

Seorang atheis sesungguhnya juga mencari Tuhan Yang Maha Esa, namun ia tidak tahu Tuhan Yang Maha Esa yang dicarinya.Jika anda menyukai sebotol alkohol, anda berarti mencari Tuhan Yang Maha Esa. Bilamana anda marah dan frustasi, maka anda memuja Tuhan Yang Maha Esa. Bila anda membeli sebuah komik tentang Superman, sesungguhnya anda mencari figur yang lebih perkasa dari anda yakni, Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Bila anda merenungkan masa-masa silammu guna mengobati penderitaan dan kepedihanmu, maka ada sesuatu dalam dirimu yang menghubungkanmu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda keluar mencari, menggabungkan dan memadukan gerakan-gerakan badan anda dalam kelompok dansa secara kolektif, sesungguhnya anda mencari spirit kolektif yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Bila anda menggabungkan suara serulingmu ke dalam seperangkat gamelan yang ada di sekelilingmu, sesungguhnya anda menggabungkan kesadaran peribadi menjadi kesadaran totalitas, kesadaran super yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Inilah gambaran pencarian Tuhan Yang Maha Esa seorang atheis yang belum mengakui pencariannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi seorang agnostis yang sesungguhnya tidak tahu apa Tuhan Yang Maha Esa itu ada atau tidak, namun ia mengakui adanya pencarian terhadap kebenaran. Memang sebelum anda mencari Tuhan Yang Maha Esa, anda terlebih dahulu harus mencari kebenaran apakah benar Tuhan Yang Maha Esa itu eksis atau tidak. Sesungguhnya hal ini juga bagian dari perjalanan pencarian Tuhan Yang Maha Esa.

Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi para intelektual, bagi para theologis dan para filsuf yang selalu berbicara memakai diksi yang sangat silektif, memakai istilah-istilah yang sangat lugas. Namun bila kemudian ia menjadi seorang kebaktian maka ia baru akan menyadari bahwa masalah eksistensi Tuhan Yang Maha Esa tidak sejelas pandangan murni seorang filsuf atau theologis.


Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi para bhakta. Seorang yang sangat dekat dan sayang pada saya suatu ketika berkata pada saya seperti ini: "Jika saya merasa pilu dan ingin meraung-raung, apa yang harus saya lakukan terhadap kenyataan seperti ini?" Lalu saya jawab begini: "Dapatkah anda merenungkan seorang suci dalam sejarah umat manusia atau seorang yang berjiwa besar baik di Timur maupun di Barat yang mampu memenuhi aspirasinya tanpa harus menangis keras-keras sebelum sampai pada realisasi Tuhan Yang Maha Esa?" Bagi sivilisasi atau keluarga, tetesan air mata adalah merupakan setru bagi Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda ingin menangis jadikanlah perasaan menangismu wujud bhakti, suatu emosi yang dipersembahkan kepada Yang Maha Mulia. Mengapa anda menangisi sesamu? Mengapa anda menangisi bantal? Jika semua emosimu dipersembahkan kepada Kemahakuasaan maka akan berubah menjadi wujud bhakti. Para bhakta mengerti Tuhan Yang Maha Esa sebagai Personal.

Sekarang sampailah kita pada pandangan yang dianut oleh filsafat Vedanta, di luar Tuhan Yang Maha Esa para atheis dan agnostis, di luar Tuhan Yang Maha Esa kaum intelektual dan orang-orang kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat transpersonal dan bukan Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat personal. Kita harus mengerti Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat transpersonal dan transendental. Kita harus juga memahami Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat imanen yang bersumber dari kesadaran kolektif semua alam raya ini.

Setiap orang mempunyai perasaan yang maya dalam kaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, yaitu perasaan yang sungguh ganjil. Ada bagian dari tubuh kita yang selalu mencari hal-hal yang lain. Mari kita tanya diri kita sendiri apakah pernah ada waktu dimana kita menstagnasikan pencarian dan kita menyerah pasrah. Yang jelas kita selalu mencari jalan untuk sampai pada tujuan yang nun jauh di sana. Dalam yoga pencarian berakhir. Para pengikut ajaran yoga tidak menyatakan kepercayaan. Sebaliknya ia membersihkan pikirannya dan melihat Tuhan Yang Maha Esa hadir dalam dirinya. Dari ketiga tingkat pemujaan: stuti, prarthana dan upasana, ia berada pada tingkat terakhir. Apapun yang ia katakan mengenai sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa semua berdasarkan pada pengalamannya merasakan kehadiranNya dalam dirinya. Dengan penuh keyakinan seorang yogin akan berkata: "Saya telah melihat kehadiranNya dan anda tentu juga bisa melihat dan merasakanNya sendiri."

Dalam mencoba berbicara dengan Tuhan Yang Maha Esa kita mungkin juga mengatakan bahwa mendeskripsikan sama dengan menghancurkan. Sama halnya dengan tingkat-tingkat kesadaran yang lain, keadaan bawah sadar tidak dapat dideskripsikan sebab semua itu merupakan variasi dari satu kesadaran bawah sadar. Kualitas bijih emas sama dengan kualitas anting-anting atau cicin yang terbuat dari emas. Begitu juga halnya kualitas keadaan kesadaran bawah sadar sama juga dengan tingkat-tingkat kesadaran yang lain, walaupun keadaannya terbatas.

Kita punya pilihan. Kita bisa mulai membicarakan Tuhan Yang Maha Esa seolah-olah Beliau berada "di sini" atau jauh "di sana." Dewasa ini para theologis, para filsuf dan agamawan berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa seolah-olah Beliau berada "di luar sana." Mereka menasehati manusia untuk mencari, memuja, mendekati dan mencapai Tuhan Yang Maha. Tetapi bila anda pergi ke Gereja, ke Pura atau ke tempat-tempat suci lainnya untuk mencari Beliau, sesungguhnya anda secara literer tidak berada lebih dekat denganNya daripada anda hanya duduk di bak mandi. Sepanjang menyangkut Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya tidak ada bedanya antara mimbar dengan bak mandi. Perbedaannya hanya terletak pada keinsyafan dan kesadaran kita pada Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhirnya di mana pun anda dan saya duduk hanya merupakan satu realitas dan entitas yang sama.

Bagi mereka yang ingin mempertimbangkan pertanyaan tentang sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa dan dimana Beliau dapat diketemu-kan dianjurkan membaca teks kuno yang disebut Mandukya Upanisad, salah satu dari sepuluh atau sebelas Upanisad Utama. Teks tersebut panjangnya hanya satu setengah halaman yaitu merupakan Upanisad terpendek namun merupakan pernyataan- pernyataan yang terpadat tentang Tuhan Yang Maha Esa. Teks tersebut merupakan penjelasan kata OM yang merupakan penggabungan tiga suara yaitu: A, U dan M. Menurut Mandukya Upanisad, suara A mendeskripsikan satu level eksistensi, satu tingkat kesadaran – keterbangunan. Suara U mendeskripsikan level eksistensi atau kesadaran yang lain - mimpi. Sedangkan suara M mendeskripsikan level eksistensi dan kesadaran ketiga - tidur. Menurut teks dan tradisi setelah Anda mengucapkan bunyi OM, akan ada setengah suku yang tak terucapkan, yaitu keadaan keempat – keadaan bawah sadar. Waktu yang diperlukan untuk mempelajari ini lebih dari usia kita, bahkan ratusan tahun.

Di dalam buku-buku Upanisad kita menemukan banyak paragraf tentang Tuhan Yang Maha dan yang paling terkenal adalah "Neti, Neti" yang artinya bukan ini bukan itu. Jadi untuk mengerti ketunggalan dalam artian tidak ada banyak kecuali "Saya" adalah dengan memahami Tuhan Yang Maha Esa. 

Dalam Upanisad kita juga dapatkan kalimat-kalimat berikut:
Sarva? khalv-ida? brahma - Semua fenomena didunia adalah Brahman (Chandogya Upanisad
III.14.7).
Ekam-evadvitiyam - Hanya ada satu Brahman tak ada yang kedua (Chandogya Upanisad VI.2.1).
M?tyo? sa m?tyum apnoti Ya iha nameva pasyati – Ia berlalu dari kematian ke kematian seakan akan Ada banyak di dunia ini(Katha Upanisad IV.10)

Bagaimana mungkin kita bisa mengerti hal ini selagi kita hidup di dunia dimana terjadi interaksi antara banyak fenomena? Tidak mungkin pikiran manusia yang tetap bersifat manusiawi mampu mengerti Tuhan Yang Maha Esa. Hanya pikiran Tuhan Yang Maha Esa yang dapat mengerti Tuhan Yang Maha Esa. Hanya pikiran manusia yang bebas dari sifat kemanusiaannya yang mampu berubah menjadi pikiran Tuhan Yang Maha Esa dan yang mampu mengerti pikiran Tuhan Yang Maha Esa. Selama anda masih mengklaim pikiranmu sendiri misalnya dengan mengatakan: Saya mempunyai individualitas, saya mempunyai pikiran dan saya mempunyai kepribadian sendiri, maka harapan anda untuk memahami Tuhan Yang Maha akan sia-sia belaka. Dan jika anda tidak bertujuan mengetahui Tuhan Yang Maha Esa maka saya rekomendasikan Anda untuk tidak hanya sekedar percayaiNya. Seorang yang percaya melalui pengetahuan harus mengatakan kepada orang lain yang percaya lewat ketidaktahuan hal ini: "Janganlah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa sebab keyakinan yang didasari ketidaktahuan telah menjadi penyebab terjadinya kekacauan dan perang. Oleh karena itu lebih baik tidak memiliki suatu keyakinan. Inilah sebabnya mengapa hal pertama yang disampaikan oleh seorang praktisi yoga kepada orang lain adalah: Janganlah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa jika anda tidak memiliki hasrat untuk mengenalNya secara peribadi. Sebelum kita berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa saya ada satu saran untuk anda. Hilangkan semua prakonsepsi anda detik ini. Bila saya mengucapkan kata Tuhan Yang Maha, apa artinya kata Tuhan Yang Maha Esa bagi anda? Hilangkan pikiran semacam ini. Mulailah dengan pikiran yang jernih dan bersih. Mulailah dengan keadaan yang mutlak jelas dari sekarang dan untuk selamanya.

Saya dilahirkan di India dalam lingkungan masyarakat yang memiliki interpretasi tersendiri mengenai Tuhan Yang Maha. Beberapa tahun kemudian, setelah saya menghabiskan seluruh waktu hidup saya untuk bekerja bersama anggota masyarakat, saya mengirim surat pengunduran diri pada mereka. Ketika terakhir kali saya pulang ke India saya bertemu dengan banyak kolega lama dan mereka bertanya kepada saya: Apakah anda tidak lagi mempunyai pandangan yang sama mengenai eksistensi Tuhan Yang Maha Esa? Anda tidak menerima keyakinan kita sebagai suatu kebenaran? Pertanyaan ini saya jawab begini: Kali ini, dari mana saya sekarang, saya hanya percaya pada ketidaktahuan saya. Saya tidak dapat membuat pernyataan mengenai Tuhan Yang Maha Esa. Kapan saya mempunyai realisasi totalitas terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kapan saya mempunyai pengetahuan yang komplit mengenai Tuhan Yang Maha Esa saat itu saya akan beritahu anda apa kepercayaan saya. Tetapi masalahnya adalah: Sivam na janami katham vadami Sivan ca janami katham vadami - Saya tidak tahu Tuhan Yang Maha Esa; bagaimana saya membicarakanNya? Saya tahu Tuhan Yang Maha; bagaimana saya membicarakanNya?

Berapa dari mereka yang berdiri di podium mempunyai hak untuk berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa? Bila anda tidak mengenal Tuhan Yang Maha Esa anda tentu tidak punya hak untuk membicarakanNya. Sebaliknya, jika kita memiliki pengetahuan pribadi mengenai Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak ada jalan untuk membicarakanNya. Tidak ada kata yang mampu mengekspresikan realitas Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan Tuhan Yang Maha dan pengalaman Tuhan Yang Maha Esa yang melitas di pikiranmu bagaikan gelombang samudra. Anda tidak mampu memiliki memori tentang eksistensi terdahulu. Satu-satunya hal yang dapat anda lakukan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa adalah mempersembahkan diri anda pada pengetahuan dan kebenaran dan pada pengetahuan kebenaran itu sendiri. Memang sudah merupakan realitas hidup bahwa anda ingin mengetahui apa artinya mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda ingin mengungkapkan kebenaran Tuhan Yang Maha Esa maka persembahkan diri anda demi pengetahuan kebenaran. Apakah ada keadaan seperti ini? Apakah Anda manusia yang setelah mengenalNya, maka ia tidak punya keinginan yang lain lagi? Apakah ada suatu keadaan di mana semua kehendak terpenuhi? Bila tidak ada tujuan maka tidak ada lagi yang perlu dicari, tidak ada sensasi lain? Apakah ada suatu keadaan dimana tidak ada keinginan, tidak ada yang tertinggal, suatu keadaan dimana terwujud kesempurnaan kesadaran Anda akan semua keinginan dan kehendak? Apakah keadaan seperti ini eksis? Motif kita harus juga jelas dalam mengejar inkuiri semacam ini. Mengapa anda mengucapkan kata-kata ini? Mengapa anda membaca buku ini? Apa yang mendorong anda membaca buku mengenai Tuhan Yang Maha? Apa hubungan anda dengan inkuiri seperti ini? Apakah anda hanya terdorong semata-mata oleh rasa keingintahuan apa realitas seperti ini benar eksis? Pertanyaan kedua ialah: Seberapa banyak anda ingin mengetahui realitas seperti ini? Kita akan berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa nanti.

Sekarang marilah kita bicarakan mengenai diri kita sendiri. Berapa banyak anda ingin mengetahui realitas ini? Apakah anda sungguh-sungguh ingin mengetahuinya? Jika begitu, anda perlu memutar semua saluran zat hidupmu sedemikian rupa, sedemikian arah sehingga semua tindakan dan sensasimu akan menjadi alat atau sarana untuk merealisasikan kebenaran itu. Tidak mungkin mengetahui Tuhan Yang Maha Esa tanpa pencelupan yang bersifat totalitas. Anda tidak bisa setengah berada di dunia maya ini dan setengah lagi di dunia Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa itu adalah suatu totalitas. Tuhan Yang Maha Esa itu absolutisme. Apapun totalitas dan kemutlakan itu sebelum anda mencelupkan diri secara totalitas dalam inkuiri terhadap Tuhan Yang Maha Esa maka tidak akan ada jalan untuk mengetahuiNya. Bila setiap kerinduan dalam kehidupanmu adalah kerinduan untuk mengetahui kebenaran, bila setiap pengalaman dengan ujung-ujung jarimu diinterpretasikan dalam kaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap suap makanan yang anda masukan ke mulutmu diinterpretasikan sebagai persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap pelukan kepada orang lain dalam pikiranmu seolah-olah dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap anda belok kiri dan belok kanan menuju Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap anda naik dan turun juga menuju Tuhan Yang Maha Esa, bila anda secara sempurna mencelupkan diri dalam inkuiri ini, maka baru ada harapan bagi anda untuk mengetahuiNya. Sebelum semua hal ini bisa anda lakukan maka inkuiri anda terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak akan terwujud. Anda hanya main-main dengan kilasan pikiran manusia yang sangat terbatas dalam ruang, waktu dan kausasi.

Apakah anda kira nama Tuhan Yang Maha Esa itu hanya terdiri lima rangkaian huruf T-U-H-A-N? Sebenarnya tidak ada nama seperti itu. Dalam pengalaman dengan Tuhan Yang Maha Esa maka tidak akan ada nama- nama, tidak akan ada kata-kata yang dapat melukiskanNya. Karena itu, jika anda berpikir bahwa kata Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha, maka dengan mengucapkan kata gula, gula, gula, anda tentu akan dapat merasakan rasa manis di mulut atau bibirmu dan tentunya tidak perlu lagi membubuhkan gula pada tehmu. Yang perlu Anda lakukan adalah mengucapkan japa mantra kata gula di atas tehmu, dan tehmu akan menjadi manis! Jika hanya dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa berulang kali, Anda berpikir akan menemui Tuhan Yang Maha Esa, tentu Anda juga tidak perlu mengisi garam pada supmu, sebab dengan mengucapkan kata garam, anda akan mampu menjadikan supmu terasa asin! Mereka yang telah mengenal Tuhan Yang Maha Esa karena mereka sudah mengenaliNya lewat pencelupan yang totalitas. Berikut ini adalah mantra yang sering dinyanyikan oleh seorang yogin.;

“Anda adalah Jiwaku, Oh Siva. Kepintaranku adalah istriMu. Nafas ini adalah pembantuMu. Badan ini adalah puraMu. Setiap sensasi yang saya terima lewat panca indra adalah persembahan untuk memujaMu. Membuka mataku adalah membakar lilin di depan altarMu. Mendengarkan suara dengan sebelah telingaku adalah membunyikan bel pura. Tidurku adalah meditasimu yang kekal abadi. Setiap langkahku adalah prosesi mengelilingi altarMu. Setiap patah kata yang saya ucapkan adalah lagu pujian. Setiap tindakanku adalah persembahan untukMu”. 

Kalimat-kalimat di atas seharusnya tidak terpisahkan dari hidup, sebab hanya bila setiap nafas merupakan pengulanagn pikiran Tuhan Yang Maha Esa, hanya jika anda menyadari bahwa setiap sensasi berasal dari sumber yang satu itu, maka baru anda akan menjadi bhakta Tuhan Yang Maha Esa dan tentu akan mampu bersua denganNya. Setiap orang yang telah mengenal Tuhan Yang Maha Esa, ia pasti mengenalNya lewat pencelupan totalitas.

Pernyataan terbesar mengenai Tuhan Yang Maha Esa adalah keheningan - keheningan dalam kata-kata dan keheningan dalam pikiran. Bila pikiran kita hening secara totalitas itulah nama Tuhan Yang Maha Esa. Jika dalam pikiran tidak ada keinsyafan akan benda-benda, orang, pengalaman, relasi, memori, kesan yang terbatas dalam waktu, ruang dan sikuensi - bila pikiran secara totalitas dan mutlak terbebas, tak terkontaminasi dari semua hal ini, maka keadaan seperti itu tak bernama, tanpa bentuk, tanpa kata-kata, tidak dapat dilukiskan - itulah nama Tuhan Yang Maha Esa. Bila Anda mengucapkan kata Tuhan Yang Maha Esa, maka suara yang anda hasilkan dibatasi oleh ruang dan sikuensi. Hal ini tentu tidak merupakan nama Tuhan Yang Maha Esa. Hanya jika kesadaran telah menembus semua batasan rintangan dan demarkasi maka anda baru akan sampai pada Tuhan Yang Maha Esa. Ambil satu pengalaman dalam hidupmu, sensasi yang anda miliki detik ini. Berapa banyak sensasi yang anda miliki saat ini? Namai semua sensasi tersebut dalam pikiranmu. Apapun bentuk pengalaman, pikiran dan kejadian yang ada dalam pikiranmu akan dibatasi oleh waktu, ruang dan sikuensi.

Mampukah anda keluar dari keterbatan tersebut? Mampukah anda mengubahnya? Dapatkah anda melakukan sesuatu yang tidak dibatasi oleh waktu, ruang dan sikuensi? Ada baiknya Anda renungkan kemungkinan ini. Misalnya, ambilah pengalamanmu, kata-kata yang anda dengarkan, pemikiran yang muncul dalam pikiranmu, kesadaran tentang badanmu, tentang panca indramu atau pikiranmu. Dalam semua bentuk pengalaman dan kesadaran ini, apakah anda menemukan sesuatu yang tidak terbatasi oleh waktu, ruang, sikuensi atau kausasi? Jika tidak, maka istirahatlah, hentikanlah dan pindahlah pada hal yang lain. Bila anda pindah ke sesuatu yang lain, anda harus juga mencermatinya. Apakah anda mendapatkan sesuatu yang terbebas dari batasan waktu, ruang, sikuensi dan kausasi? Jika ya, berarti anda telah memasuki tingkat kesadaran tertinggi. Namum sebaliknya jika anda masih mendapatkan sesuatu yang dibatasi oleh waktu, ruang, sikuensi dan kausasi, sebenarnya Anda masih jauh dari jangkauan kesadaran Tuhan Yang Maha Esa. Lantas dimana kesadaran Tuhan Yang Maha Esa? Bagaimana anda bisa menenangkan pikiran anda secara totalitas dalam artian tidak ada sesuatu yang berdimensi waktu, ruang, sikuensi dan kausasi bisa terjadi dalam alam pikiranmu? Berapa kali dalam hidupmu anda pernah mendekati atau hanya menyentuk pengalaman tentang realitas yang tak belenggu? Bila anda sudah sampai pada keadaan seperti ini, berarti anda telah datang mendekati Tuhan Yang Maha Esa.

Banyak manusia sembahyang hanya dengan berdasarkan keyakinan, tanpa mengetahui untuk apa mereka sembahyang. Bahkan ada orang sembahyang tanpa keyakinan. Jika anda sembahyang anda ingin mencapai sesuatu yang nun jauh di "sana." Dalam kesadaran Tuhan Yang Maha Esa tidak ada "jalan", tidak ada pencapaian. Tidak ada yang di "sana", semua di sini dimanpun anda berada. Jadi jika anda berpikir harus pergi mencari Tuhan Yang Maha Esa berarti Tuhan Yang Maha Esa jauh dari tempat anda berada. Pikiran seperti ini harus dibuang.Gerakan menuju Tuhan Yang Maha Esa bukan menunjuk ke arah keluar yang anda bisa tujuk dengan ujung jari naik turun atau di luar dan di dalam. Orang yang mempraktekan meditasi mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ada di dalam (within). Pernyataan seperti ini juga tidak lengkap sebab kita hidup dalam dunia yang berlawanan. Bila kita mengatakan "within" di suatu tempat pada otak belakang kita mendengar "tidak tanpa." Bila kita mengatakan "inside" maka di suatu tempat di otak belakang kita mendengar "tidak di luar." Semua ini salah. Tidak di atas atau di bawah, tidak di luar atau di dalam, tidak di sana atau di sini, tak satu dari konsep ini berlaku bagi Tuhan Yang Maha Esa.

Itulah sebabnya jika kita ingin mulai mempelajari tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka hal pertama yang kita harus lakukan adalah membuang jauh-jauh semua pemikiran kita tentang Tuhan Yang Maha Esa. Apakah anda merasakan sesuatu yang melintas dalam pikiranmu tatkala Anda mengucapkan kata Tuhan Yang Maha Esa? Hilangkanlah! Jika ada setangkai bunga karang mengapung di laut, di manakah laut itu berada dalam kaitannya dengan karang tersebut? Ke arah manakah bunga karangitu akan pergi mencari laut? Ke dalam atau ke luar? Akankah ia pergi pada bunga karang yang lebih besar dan bertanya: "Guru" dimana laut itu? Akankah guru bunga karang berkata pada murid bunga karang: Nah, lihat ke dalam dan jangan ke luar, di atasmu dan bukan di bawahmu, di sekitarmu tetapi bukan di dalam dirimu?

Apakah sifat dari kesadaran keseluruhan laut? Dan dengan pikiran laut macam apa, bunga karang harus mulai? Ada sebuah cerita di India tentang seekor kodok yang berasal dari sebuah danau besar yang disebut Lake Superior. Suatu ketika ia pergi ke negara agraris dimana ada banyak sapi. Bilamana sapi-sapi berjalan maka bekas-bekas injakannya akan tetap berlubang dan di musim hujan lubang-lubang bekas injakan sapi tersebut digenangi air. Seekor berudu dilahirkan di lubang tersebut. Suatu saat katak yang lahir dan hidup di lubang-lubang bekas injakan sapi bertemu dengan kodok dari Lake Superior dan bertanya sebagai berikut: Dari mana asal anda? Saya tinggal di Lake Superior. Dimana Lake Superior itu? Oh, jauh di seberang sana. Apakah anda punya banyak air di sana? Tentu, kami punyai air yang cukup banyak di sana. Adakah Lake Superior sebesar lubang ini? Sebesar lubang ini? Apa yang anda maksudkan, berudu? Tentu jauh lebih besar dari lubang ini. Lebih besar dari lubang-lubang ini? Ya.Kemudian berudu melompat dari satu lubang ke lubang yang lainnya seraya bertanya: Ada sebesar ini? Bisa saya melompati Lake Superior! Tidak, tidak, tidak, bukan dari sini ke sana. Lake Superior jauh sekali lebih besar. Berudu terus melompat-lompat dari satu lubang ke lubang yang lainnya sampai sepuluh kali lalu bertanya: Ada sebesar dan selebar lompatan saya ini? Sebesar lompatanmu sebanyak sepuluh kali tadi? Tidak, itu tidak ada artinya. Jadi anda ini pembohong, kodok. Tempat sebesar itu tak mungkin eksis.

Ini berarti bahwa, pertama kita perlu mengklarifikasi motif kita dalam mencari Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, kita perlu menghilangkan impresi pikiran kita yang menyangkut Tuhan Yang Maha Esa. Semua saran yang saya kemukakan mengenai Tuhan Yang Maha Esa adalah palsu. Setiap proposisi yang saya buat mengenai Tuhan Yang Maha Esa tidak lengkap. Setiap ujaran tentang Tuhan Yang Maha Esa kurang bermakna. Tidak inti sari dalam usaha kita membaca buku tentang Tuhan Yang Maha Esa secara terus menerus. Satu-satunya poin adalah membersihkan pikiran dengan bertanya: Apa yang saya inginkan? Apakah saya ingin mengenal Tuhan Yang Maha Esa? Seandainya anda ingin mengetahui Tuhan Yang Maha Esa, maka anda tidak usah membaca buku tentang Tuhan Yang Maha Esa.

Jika Tuhan Yang Maha Esa itu ada dalam dirimu dan anda berkeinginan untuk mengenalNya maka anda harus mulai dengan pencelupan yang totalitas dalam inkuiri ini. anda harus memandang setiap benda dengan memfungsikan mata kepalamu seperti mata Tuhan Yang Maha Esa. Dalam membuat dan mengambil setiap keputusan yang anda akan pedomani dalam hidup ini anda harus bertanya: Apakah pilihan ini kondisif dengan pencarian saya terhadap Tuhan Yang Maha Esa? Jika saya mengambil pilihan ini, akankah pilihan ini mengantarkan saya secara langsung atau tidak langsung mendekati pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa. Jika saya membuat pilihan semacam ini, apa gerangan rintangan yang menghambat jalan saya mengenal Tuhan Yang Maha Esa? Jika Anda ingin memandang hidup anda dari perspektif seperti ini maka pikiran anda harus sudah determinen untuk menjalani inkuiri tentang Tuhan Yang Maha Esa. Banyak manusia belum membuat keputusan semacam ini. Mereka nampaknya sering hanya memberikan satu jam dalam seminggunya untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dan selebihnya mereka tidak tertarik dan ingat lagi denganNya. Saya akan mengkaji dan mencermati konsep yoga Tuhan Yang Maha Esa dari sudut pandangan filsafat vedanta yang berarti akhir kebijaksanaan. Sebab dimana kebijaksanaan berakhir, di sana Tuhan Yang Maha Esa mulai. Misalnya, dalam buku-buku Upanisad ada banyak pernyataan seperti: Seorang harus mengetahui bahwa ada dua cabang pengetahuan yaitu, pengetahuan tentang pantai ini dan pengetahuan tentang pantai yang satunya lagi. Ponetik, ritual, tata bahasa, etimologi, astronomi, Rig Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan Atharva Veda adalah merupakan teks yang suci dan pengetahuan intektual tentang pantai ini. Tetapi para vidya, pengetahuan tertinggi, adalah pengetahuan yang mengupas satu suku kata yang bersifat abadi, yaitu suku kata OM.

Huruf O melambangkan suara semua kemunculan sedangkan huruf M melambangkan keheningan - semua kembali pada asal mula. Eksponen terbesar dari filsafat Vedanta adalah Shankara atau yang terkenal dengan sebutan Shankaracharya. Acharya adalah gelar yang diberikan kepada orang berpengatahuan atau ajaran orisinil yang sangat tinggi. Kemunculan Filsafat Vedanta sama dengan jaman Vedas yaitu sekitar lima belas atau abad sebelum masehi. Upanisad yang muncul antara abad ketiga belas dan abad keenam sebelum masehi merupakan ekposisi dari kebenaran kitab suci Veda. Kemudian sekitar abad kedelapan setelah masehi, Shankara menghidupkan dan merumuskan kembali pengetahuan mengenai realitas ke dalam kategori yang jelas. Oleh para guru di jaman itu pengetahuan mengenai realitas ini disebut Brahman. Untuk selanjutnya tradisi semacam ini lebih dikenal dengan sebutan Vedanta.

Dalam Vedanta kata tertinggi untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa adalah OM dan kata yang sedikit lebih rendah dari kata Om adalah Brahman. Namun semua pernyataan tidak lengkap termasuk kata Om dan Brahman. Dalam tradisi Vedanta juga dikenal adanya empat Mahavakyas atau kalimat-kalimat atau ungkapan yang biasanya diberikan kepada para rahib untuk dikontemplasi seperti mantra. Kata kontemplasi di sini artinya kurang lebih sama dengan kata meditasi.

Adapun keempat kalimat mulia ter-sebut: Tat tvam asi - Aku adalah engkau; Aham brahma-asmi - Saya adalah Brahman; Prajñanam brahma - Brahman merupakan kesadaran murni; Ayam Atma brahma - Jiwa ini sama dengan Brahman. Kata Brahman hendaknya jangan diterjemahkan dengan kata Tuhan Yang Maha Esa sebab menurut `Vedanta fenomena alam semester ini yang manifes berjenis-jenis pada realitasnya tidak dibedakan dengan Brahman. Namun untuk mengenal hal ini maka rasa ego itu harus dienyahkan sehingga jiwa-atman yang bersemanyam setiap orang akan menyatu dengan Paramatman.

Tugas guru adalah mengingatkan pencari kebenaran bahwa Brahman itu adalah engkau sampai akhirnya melalui kontemplasi ia akan menemukan Paramatman di dalam diri dan berkata: Saya itu; semua Tuhan Yang Maha Esa, dan saya Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi dengan ungkapan "Saya" adalah Tuhan Yang Maha Esa? Kata "Saya" yang mengatakan "mata saya dan telinga saya?". Kata "Saya" yang mengatakan "Saya laki-laki" atau "Saya perempuan?" Jika Anda mengatakan "Saya laki-laki" atau "Saya perempuan". Anda tidak bisa mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Jika Anda mengatakan "Saya Jhon," anda juga tidak bisa langsung mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Jika Anda mengatakan "Saya Orang India," atau "Saya orang Amerika," anda juga tidak bisa mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Untuk mengetahui dan mengatakan "Saya adalah Tuhan Yang Maha Esa," maka kesadaran mengenai "Saya laki-laki, saya perempuan, saya manusia, saya daging, saya badan, saya pikiran, saya Jhon, saya orang India dan saya orang Amerika," harus berakhir. Semua bentuk uphadis atau kondisi yang keliru atau penyebutan yang salah yang anda telah berikan pada Tuhan Yang Maha Esa merintangi anda untuk mengenal Tuhan Yang Maha Esa yang sebenarnya adalah dirimu.

Dalam proses meditasi tatkala seorang meditator menyatukan kesadarannya dengan atman, sang diri, maka tujuannya adalah menjauhkan diri dari segala kondisi yang keliru, semua bentuk lapisan pembatas. Misalnya, ketika anda melakukan meditasi, jauhkanlah pikiranmu dari semua bentuk lapisan pembatas. Apa yang terjadi? Biasanya pikiran anda akan mengambil kontemplasi. Kontemplasi merupakan alam pikiran. Bila anda memandang tembok, lalu apa yang terjadi pada pikiranmu? Pikiranmu akan mengambil wujud tembok. Jika tidak demikian halnya anda tentu tidak mampu mengalami tembok sebagai tembok. Bila anda menatapi tanganmu, maka pengalaman tangan akan terbawa ke dalam pikiranmu. Ini artinya pikiran anda saat itu mengambil bentuk, sifat, pengalaman mengenai tangan. Semua bentuk pengalaman pikiran terbentuk dari proses internalisasi sesuatu yang eksternal dan segala hal eksternal yang dialami menjadi pikiran. Jadi kalau anda secara konstan menginternalisasi semua bentuk pengalaman ini, maka anda berpikir bahwa anda mengalami tembok atau tangan. Apa yang sebenarnya terjadi anda, sang diri, mengamati pikiran yang telah mengambil nama, rupa dan bentuk tembok. Anda - sang diri yang suci, saksi, yang tak ternodai, atman yang tak tersntuh - mengamati pikiran.

Tidak hal lain yang anda pernah alami dalam hidup ini. Anda mengira dan merasa memeluk seorang wanita atau seorang pria. Itu palsu. Tidak mungkin! Sesungguhnya anda, sang diri, yang sedang mengamati pikiran mengambil rupa pelukan dan memihak pada pelukan tersebut. Apapun yang terjadi di luar sesungguhnya terjadi pada pikiran dan melalui pikiran. Kalau tidak demikian, maka tidak akan terjadi pelukan atau sentuhan Tuhan Yang Maha Esa . Jika anda jauhkan pikiranmu dari jari-jarimu, apakah ada sentuhan Tuhan Yang Maha Esa? Anda duduk becakap-cakap dengan seseorang, dan semua perbincangan jatuh pada telingamu, namun pikiranmu ada jauh di tempat lain. Apa yang terjadi? Anyata-mana abhunam nadarsam - Pikiranku di tempat lain; saya tidak mendengar. Anyata-mana abhunam nasrusam - Pikiranku di tempat lain; saya tidak melihat apa yang sedang terjadi. Manasaivayam pasayati manana smnoti – Dengan pikiranlah seorang melihat atau mendengar.

Seorang tukang emas sibuk mengerjakan salah satu model perhiasan perak. Prosesi kerajaan lewat, dan orang-orang kerajaan berkata, "Orang macam apa kamu tukang emas? Berdiri! Tidakkah anda punya rasa hormat pada sang raja yang sedang melewati jalan? Setiap orang berdiri dan tundukan kepala! Lalu tukang emas berkata, "Raja mana?" "Raja yang mana?" Raja dunia yang baru lewat. Anda merasa berada di mana?" "Saya mengerjakan pekerjaan saya. Saya tidak tahu prosesi kerajaan lewat. Anyata-mana abhuvam napshyam. Pikiranku di tempat lain. Saya tidak melihat. Pikiranku ada di tempat lain. Saya tidak mendengar.

Jadi hanya dengan pikiran anda melihat. Hanya dengan pikiran anda mendengar. Apapun bentuk dan rupa yang lewat di jalanmu akan menyentuh indramu, dan semua impresi masuk dalam pikiran. Adalah pikiran yang paling dekat dengan anda yaitu atman, sang diri. Anda dalam wujud atman, mengamati pikiran yang mengambil berbagai rupa dan bentuk termasuk jarak, warna, perasaan, sensasi, memori dan bentuk penggabungan yang lain. Anda berpikir melihatnya terjadi semua di luar badan! Cobalah pahami prinsip ini dulu karena sungguh sangat imperatif.

Jadi bilamana anda menjauhkan pikiran dari kesadaran obyek, apa yang sebenarnya anda lakukan? Anda hanya mengelupas lapisan dinding terluar dari tembok yang membelenggu atman. Kami katakan, "Tariklah pikiranmu dari semua tempat yang lain dan sadarilah tempat anda sekarang berada. Tariklah semua pikiranmu dari semua ruang yang lain dan sadarilah ruang yang ditempati badan anda sekarang. Ini artinya anda memindahkan lapisan yang paling luar. Kemudian secara perlahan-lahan anda akan mengurangi lapisan kedua yaitu, kesadaran badanmu. Kemudian lanjut pada lapisan ketiga, yaitu kesadaran nafasmu, lapisan keempat yaitu, kesadaran pikiran, dan lapisan kesadaran kelima yaitu pikiran bawah sadar, dan seterusnya sampai anda menembus bagian lapisan terdalam. Pada saat itulah pikiran mulai melihat bayangannya sendiri, namun belum melihat Atman, Sang diri.

Jadi kita perlu membebaskan diri dari uphadis, belenggu lapisan pembatas yang telah kita tempatkan pada Brahman yang satu adanya. Sarvam khalv-idam brahma: Tidak ada "banyak" di sini. Tidak ada "Saya" dan "Kamu". Hanya ada atman, sang diri. Berapa banyak laut ada dalam tubuh seribu bunga karang yang mengapung di lautan? Hanya satu dan tidak ada yang lain. Menurut Upanisad, kalau tidak ada yang lainnya maka, tidak ada ketakutan dan penderitaan. Bilamana seorang melihat sang diri bersemanyam di semua bentuk kehidupan dan semua kehidup-an dalam atman, maka tidak ada lagi penderitaan, tidak ada lagi agitasi, dan tidak ada lagi khayalan.

Sang Diri ini adalah Brahman. Ayam-atma brahma. Di dunia maya ini kita dihadapkan pada masalah ketidak-tahuan. Seluruh alam semesta yang kelihatan berjenis-jenis ini adalah merupakan satu kesatuan yang ekspansif, satu Brahman yang tak terbatas. Tidak ada yang lain - tidak ada tirai, tidak ada tembok, tidak ada rupa dan bentuk. Semua ini hanya ibarat ombak dan gelombang yang menampakan diri dalam satu Kehidupan. Yang menjadi permasalahan, kalau semua ini benar mengapa saya tidak mengetahuinya? Sebab saya kurang pengetahuan sejati mengenai diriNya. Kapan pengetahuan sejati itu saya miliki, di kala itu Sang Diri adalah Brahman. Namun hal ini tidak berarti bahwa dalam menjalani keseharian kehidupanmu anda tidak mematuhi sifat-sifat dunia maya yang normal.

Ada cerita seorang murid yang telah mempelajari teks Vedanta dari gurunya di sebuah Ashram selama dua belas tahun. Ia betul-betul telah menguasai filsafat dan logika Vedanta dan secara totalitas telah mencelupkan diri dalam pengetahuan Brahman. Pada suatu saat sang guru menyuruh si murid pergi ke kota untuk pertama kali dalam hidupnya guna menghadapi hiruk pikuk, kebisingan dan kegegeran. Setelah sampai di kota tujuan, gajah sang raja sedang diarak dalam keadaan marah dan ngamuk, dan orang yang menungganginya telah berusaha mengendalikannya seraya berteriak-teriak memperingatkan setiap orang yang lalu lalang di jalanan. Hati-hati! Minggir-minggir! Awas-awas! Tetapi sang brahmacari karena telah mempelajari semua filsafat Vedanta dan tahu semua adalah Brahman, berpikir sejenak, "Saya Brahman. Gajah Brahman. Bagaimana mungkin Brahman melukai Brahman?" Ia sendirian terus berjalan sambil berkontemplasi dan mengucapkan kalimat "Sarvam khavidam Brahma - semua ini Brahman." Gajah yang sedang marah dan ngamuk tersebut memukul si brahmacari dengan belalainya dengan sangat keras sampai jatuh di pinggir jalan dan terluka. Ia bangun dan mengoyang-goyangkan badannya, dan sang guru yang menyaksikan dari atas tiba-tiba saja berdiri di sampingnya. Lalu sang murid berkata, Guru yang telah mengajarkan bahwa semua yang ada ini Brahman. Bagaimana bisa terjadi Brahman melukai Brahman? Sudah tentu, jawab sang guru, "Brahman tidak dapat mencederai Brahman." Tetapi bukankah orang yang menunggangi gajah tadi telah memperingatkanmu untuk hati-hati dan minggir. Kenapa anda tidak mendengarnya "Brahman?"

Jadi jelas realitas empiris jagad raya tidak bisa dimungkiri. Selama anda berada di dunia ini, saudaramu adalah saudaramu, suamimu adalah suamimu, istrimu adalah istrimu, dan nilai-nilai dari realitas yang beragam sekali tingkatannya tidak dapat dipertukarkan karena realitas tersebut eksis tingkat kesadarannya sendiri. Banyak orang berpendapat bahwa kesadaran seseorang eksis pada tingkat kesadaran dunia. Hal itu mungkin ada benarnya. Tetapi filsafat Vedanta mengajarkan kepada kita bahwa realitas dunia eksis pada tingkat kesadaranmu. Dus dimana kesadaranmu, di sana juga sistem nilai yang cocok buat anda. Nilai-nilai dari satu tingkat kesadaran tidak dapat disilangkan dengan nilai-nilai dari tingkatan yang lainnya. Tatkala seorang yogi bergerak dari satu tingkatan kesadaran ke tingkat kesadaran yang lain, ia menemukan berbagai emanasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai realitas pikiran dan kesadaran. Apapun yang ia pernah dengar dikatakan oleh orang-orang suci dan teks sekarang ia uji melalui proses pikiran dan pengalaman kesadaran Tuhan Yang Maha Esa. Sebelumnya ia hanya percaya, sekarang ia betul-betul mengetahuinya.
----------------------------------------------
*Tulisan ini diterjemahkan dari salah satu bagian buku yang berjudul GOD oleh
Dr.Pandit Usharbudh Arya, D.Litt,The Himalayan
International Institute of Yoga and
Philosophy, Honesdale, Pennsylvania, Amerika, 1985.