Monday 29 April 2013

M I S T E R I





Alam raya ini tercipta dan bergerak, digerakkan dan terikat oleh hukum Dharma. Kita bagian dari alam, tidak bisa lepas dan tidak bisa mengingkari alam. Apakah Dharma hanya milik orang Hindu? Orang Hindu, adalah sebutan untuk sekelompok orang di lembah Sindu yang melaksanakan Dharma. Pada kenyataannya, Dharma juga diyakini dan dilaksanakan oleh banyak orang di luar orang Hindu, termasuk orang Kaharingan, Toba, Badui, sekelompok orang di Maluku, yang memeluk dan melaksanakan kepercayaan daerah. Apa itu Dharma? Salah satu cirinya adalah (diantara 5 ciri): meyakini akan dunia. Yang Ibu Sikha definisikan sebagai “dun-ia”, adalah tiga alam, bhur-bwah-swah loka (sebagaimana terdapat dalam Gayatri mantram). Bahwa alam jagat raya ini bukanlah hanya alam yang dilihat oleh mata telanjang kita secara fisik saja. Ada alam yang lain, yang tidak dimengerti oleh akal pikiran manusia. Namun, sebagaimana disebutkan dalam Gayatri mantram juga, bahwa sebagai manusia, kita harus terus menajamkan pengetahuan kita. Bertanya-bertanya-bertanya dan mencari jawaban. Berfirikir adalah kelebihan manusia dibandingkan dengan mahluk lain. Namun, anehnya, manusia adalah mahluk yang paling bodoh yang merasa pintar, katanya.

Komunikasi Dengan Tuhan

Masih berkaitan dengan berguru kepada alam. Bagaimana Tuhan berkomunikasi dengan kita? Saya yakin banyak di antara kita yang “bisa melihat” dan/atau “bisa mendengar”. Tapi saya yakin tidak sedikit juga yang “bisa merasa”. Tentu ada juga yang termasuk orang yang tidak bisa “melihat” tidak “bisa mendengar”, dan tidak yakin apakah “bisa merasa”, tapi yakin bahwa tiap detik Tuhan “berbicara” kepadanya dan kepada semua ciptaanNya, yakin bahwa Tuhan menjawab doa kita, menjawab pertanyaan kita, melalui kejadian alam, bisa berupa hal kecil, seperti hembusan angin, atau sederet kalimat pada sobekan koran kucel, atau pembicaraan orang lain yang tidak sengaja terdengar, atau pertemuan dengan orang lain yang tidak direncakan, atau kejadian yang lebih besar. Hanya hati yang tertutup, yang menyebabkan tidak mampu menangkap pesan-pesan tersebut. Terlewat begitu saja tanpa arti. 

Flat Linners


Ini tidak ada kaitannya dengan judul sebuah film. Flat line, alias garis lurus datar. Mungkin masih banyak yang meyakini bahwa hidup ini, seperti garis lurus datar, ada awal dan akhir. Kalau sudah di ujung, ya berakhir, tanpa ada apa-apa lagi, alias musnah. Berbeda dengan “NOL”, seperti yang pernah saya muat juga dalam salah satu postingan saya, yang merupakan lingkaran tanpa awal tanpa ujung. Tidak ada pemusnahan. Selalu ada hal baru setelah hal lama. Hal sekarang adalah perjalanan dari hal sebelumnya, yang akan menjadi hal baru di kemudian waktu. Banyak representasi lain dari “NOL”, seperti yang sudah sering kita dengar. 



Mari mengkaji alam tanpa henti.

PANCA SRADHA BAGI SAYA*

*Oleh: Genta Apritaura


Mengapa saya katakan "bagi saya"? Sebab inilah pandangan saya terhadap Panca Sraddha. Mungkin kali ini, apa yang saya sampaikan cenderung subjektif karena dititiktolakkan dari pengalaman pribadi saya sebagai seorang yang baru pulang ke Rumah Dharma. Namun karena nilai-nilai Panca Sraddha memang merupakan fondasi keyakinan umat Hindu, maka biarlah catatan ini menjadi sebuah nilai tambah untuk memperkaya wawasan.

Seperti yang kita tahu, Panca Sraddha adalah dasar. Setelah jauh-jauh mempelajari banyak aspek Dharma, ujung-ujungnya menengok Panca Sraddha kembali. Bagi saya, kelima konsep ini mewakili banyak nilai ke-Hindu-an dan merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kehidupan.

Sraddha pertama, percaya kepada Brahman dan segala manifestasi-Nya. Mengapa dikatakan "segala manifestasi-Nya?". Karena Hindu Dharma merupakan ajaran yang memiliki sistem teologi yang sangat komplek. Kalau sekedar percaya pada Tuhan, semua agama percaya pada Tuhan. Tapi ada penekanan pada kata "manifestasi". Semua bentuk aspek ke-Tuhan-an ada dalam Dharma.
Mau kita katakan Hindu itu monotheisme betul, politheisme betul, pantheisme betul. Mau kita anggap Tuhan itu memiliki wujud, siiakan, tidak berwujud, silakan. Mau kita percaya bahwa Tuhan ada di langit kesekian, ada di pelinggih, ada di arca dan gambar, ada di dalam setiap atom,bersemayam dalam jiwa, benar semua.
Saguna Brahman-Nirguna Brahman, personal-impersonal, transenden-imanen, dualisme-non dualisme, semua ada. Inilah yang dikatakan sebagai manifestasi. Karena itulah mengapa agama Hindu memiliki banyak sekte, banyak marga, banyak yoga, banyak nama Tuhan, di mana semuanya dianggap sah sebagai jalan menyembah Tuhan yang unik dengan karakternya sendiri-sendiri.
Beda dengan agama dogmatik yang mengurung Tuhan dalam satu wujud tunggal yang tidak boleh dibantah. Bahkan, siapa sih, yang dipanggil Allah, Bapa, Tuhan, Tian, dll, oleh umat agama lain? Tak lain adalah "Tuhan itu sendiri". Dan yang memiliki konsep "nama di atas segala nama, wujud di atas segala wujud, Tuhan di atas segala Tuhan, tanpa perbedaan', adalah Hindu. Catatan, jika salah mengartikan,statement ini dapat menjebak kita pada kesamenisme (semua agama sama), but, think again, vang memiliki kebijaksaan ini adalah Hindu Dharma. Bukan agama lain apalagi agama legal dogmatik termasuk Islam dan Kristen.

Sraddha kedua, percaya pada atman. Saat masih muslim, saya mengenal Allah sebagai khalik/pencipta dan saya sebagai makhluk ciptaan. "Tiada Ku-ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah pada-Ku', begitu firman A-llah dalam Al-Quran. Abdullah, Abdillah, artinya hamba Allah, dan jangan heran kalau menemukan kelompok gereja yang menamakan diri mereka sebagai Army of God, tentara Tuhan. Manusia adalah hamba. Tapi konsep atma meruntuhkan itu.
Kita adalah jiwa, bukan badan fisik. Jiwa atau atman, adalah percikan dari Paramaatman, Tuhan. Di mana sudah menjadi kebenaran alamiah bahwa sebuah percikan akan cenderung terhubung dan kembali pada sumbernya.
Tuhan itu Maha Baik, melalui atma lah Dharma dan kebaikan ditanamkan. Sudah menjadi sifat naluriah manusia untuk memiliki aspek spiritual dalam dirinya, serta cenderung terdorong untuk berbuat hal-hal yang baik. Karena ada atma. Dan atma yang bersemayam pada setiap makhluk adalah sama. Tanpa terbeda-bedakan oleh bingkai ras, suku, agama, latar belakang, dll.
Buddha bersabda, "sesungguhnya setiap manusia itu baik, lingkungan lah yang membuat dia menjadi jahat." Keberadaan atma lah,yang melahirkan konsep Tat Twam Asi, Vasudaiva Kutumbakam, Trihita Karana,Trikaya Parisuda, dll, yang mampu membuat kita melihat dunia sebagai suatu kesatuan yang indah dengan beragam perbedaannya. Apakah ajaran legal dogmatic memiliki kearifan ini? Saya rasa tidak.

Sraddha ketiga dan keempat, percaya pada karmapala dan punarbhawa. Dulu ketika saya mempertanyakan nasib rekan-rekan saya sesama kriminal, Allah hanya menjawab "takdir". Berarti Allah tidak adil dong, ketika Dia menentukan nasib dan takdir seseorang secara sepihak?
Jodoh, mati, rejeki, qada' dan qadar merupakan perkara yang ditetapkan Tuhan bersamaan dengan ditiupkannya ruh pada janin yang berusia empat bulan. Saya pun berontak, karena kasihan pada nasib teman-teman. Kini, saya sudah tau jawabannya.
Kita kan punya konsep karmapala. Ingat, karmapala itu jenisnya ada tiga. Karma yang dikerjakan sekarang palanya diterima sekarang, karma yang dikerjakan di kehidupan sebelumnya dan palanya diterima sekarang, serta karma yang dikerjakan sekarang palanya diterima nanti di kehidupan berikumya.
Punarbhawa, adalah proses pembelajaran jiwa sekaligus merupakan salah satu cara supaya karma bisa terbayar. Inilah yang menyebabkan setiap orang memiliki nasib vang berbeda. Ada yang cantik-jelek,sehat-sakit, kaya-miskin, bahagia-sengsara, dll. Bagi saya, konsep karmapala dan punarbhawa jelas jauh lebih masuk akal daripada doktrin takdir!

Sraddha kelima, percaya kepada moksa. Bagi saya, konsep moksa benar-benar baru. Manunggaling kawula gusti jelas tidak dikenal dalam tatar syariat. Betapa luhurnya moksa itu, sangat spiritual. Dan inilah pendapat saya mengenai moksa: menurut saya, siapapun yang memiliki kesempatan untuk mengenal moksa sebagai tujuan akhir, sesungguhnya merupakan orang-orang yang sangat beruntung.
Ini artinya ya Anda-Anda sekalian para  penganut Dharma. Sebab, bagi saya,hanyalah orang-orang yang tercerahkanlah yang akan memperjuangkan moksa. Siapa sih, yang mau memperjuangkan hanya 'pulang saja' sebagai tujuan akhir?
Sebab dalam moksa itu tidak ada makanan, tidak ada minuman, tidak ada sungai arak dan madu, tidak ada istana dari mutiara, tidak ada kerikil permata, tidak ada bidadari dan tidak ada seks! Hanya 'pulang saja'. Suatu titik nol,kosong, sunya. Siapa sih yang akan memperjuangkan titik sunyi ini kalau nggak saking jiwanya luhur banget? ? Coba lihat saudara-saudara kita yang mabuk dalam iming-iming surga atau yang nangis-nangis memohon ampun karena takut neraka. Beda. Jelas beda dengan ajaran Dharma.
Ah, inilah, Panca Sraddha yang membuat saya jatuh cinta pada ajaran Hindu. Bagi saya, nilai-nilai dalam Panca Sraddha semuanya baru, tidak dikenal di ajaran lama, dan merupakan suatu ajaran yang sangat mendewasakan. Barangkali, bagi sebagian orang, bahasan tentang Panca Sraddha sudah rnulai basi, sebab toh semua orang Hindu juga sudah tahu. Tapi bagi saya, ketika saya sibuk menjejali otak dengan materi-mareri pembelajaran hidup dengan berlandaskan ajaran Dharma, ujung-ujungnya kembali ke Panca Sraddha juga.
 Ketika kondisi susah senang saya ingat pada karmapala dan punarbawa, ketika ego sedang dominan saya ingat pada atma, ketika mencoba menghitung-hitung pahala dan dosa saya ingat pada moksa, dan pastinya di setiap saat dan di setiap momen berharga dalam hidup saya, saya ingat Tuhan beserta segala manifestasinya.
 Saya belajar untuk hidup legowo, dan Panca Sraddha adalah pembelajaran yang baik. Konsep ini sederhana tapi luas. Berbanggalah kita memiliki konsep se-paripurna ini. Bagi saya, Panca Sraddha ga ada basinya, mudah-mudahan bagi Anda pun demikian.
Mari Pulang ke Rumah Hindu
-Media Hindu-Edisi 110

Thursday 25 April 2013

LAIN ORANG LAIN CARA


Saya punya anak 3 orang, masih kecil-kecil, dengan karakter yang berbeda-beda.

Suatu hari si sulung kedapatan naik pohon yang tinggi, tapi baru di tengah2. Saya bilang kepadanya: "Wah hebat bisa manjat. Kurang tinggi tuh. Ayo naik lagi sampai ke puncaknya". Si sulung tahu maksud saya, dia justru buru2 turun, sambil memperlihatkan kelakukan anak kecil merasa bersalah. Di sebelah saya, ada adiknya yang nomor dua, saya hanya melihat dengan serius ke si nomor dua ini, dia langsung bilang: "gak ma, aku gak bakalan naik, aku tahu itu berbahaya". 

Saya tahu gak mungkin memakai cara yang sama, kepada si buncit, yang paling kecil. Dia harus ditakut-takutin, baru bisa jera. Dia memerlukan cara yang lebih keras untuk menyadarkannya.

YANG PENTING PERBUATAN, KARMA

Apakah aku seorang Kristiani?
Iya, karena aku terlahir dari orang tua Kristiani.
Iya, karena aku sudah dibaptis.

Apakah aku seorang Muslim?
Iya, kaena aku terlahir dari orang tua Muslim.
Iya, karena aku telah di (apa namanya itu buat mualaf?)

Apakah aku seorang Hindu?
Iya, karena aku terlahir dari orang tua Hindu.
Iya, karena aku telah di sudiwiwadani.

Hmmm, gitu ya?

Apakah kita seorang Kristiani, Muslim atau Hindu atau yang lainnya,
Hanya kita dan Tuhan yang tahu.
Kalau sudah berhadapan dengan Tuhan.
Agama tidak relevan.
Karena agama hanyalah penamaan oleh manusia.
Yang relevan adalah perbuatan (karma).

PRALINA

Utpeti, Stiti, Pralina. Hampir semua hal di dunia ini mengikuti siklus itu. Tapi, sering kita mengartikan pralina sebagai kematian atau pemusnahan. Kita sering mengartikan seperti itu, berhenti sampai di situ saja. Padahal pralina maknanya adalah menuju ke tahap yg lebih baik. Iya, kelahiran kembali kita ke dunia ini, harus lah dalam kualtias spiritual yg lebih baik dibandingkan kelahiran sebelumnya. Sesuatu diciptakan, yang bagus2 dipertahankan, yang sdh tidak sesuai, ditinggalkan dan digantikan dengan hal baru yg lebih baik dan sesuai, dipertahankan, kemudian ada saat nya nanti dia harus ditingalkan dan diciptakan yg lebih baik. Hidup ini aalah untuk meningkatkan kualitas spiritual.

BIG POWER MEANS BIG RESPONSIBILITY

Memiliki suatu kelebihan,
Adalah suatu anugrah,
Dan sekaligus tanggung jawab,
Jangan sampai keliru menggunakannya.

Merasa bisa,
Merasa diri lebih,
Percaya diri yang tinggi,
Kerap mengundang kelengahan,
Sehingga tidak jarang menjadi tergelincir,

Kalau kita memposisikan diri,
Hanya sebagai media,
Dari "tangan" Ilahi,
Tiada akan timbul rasa memiliki kelebihan,
Akan selalu menyebabkan kita untuk memohon 'ijin",
Serta memohon tuntunan, sebelum melakukan sesuatu,
Dan hasilnya, kita persembahkan dan kembalikan kepadaNya.

BERDAMPINGAN DAN SEIMBANG

Theis dan a
theis, keberadaannya sangat ilmiah.

Dalam pelajaran psikologi di sekolah,
Dikatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian,
Manusia memiliki beberapa karakter yang berbeda.

Ada manusia bertipe X, ada juga yang bertipe Y.
Ada yang bertipe filosofis,
Segala sesuatu dianalisa dan dikaitkan dengan relegy dan spiritual,
Ada yang bertipe logis dan berdasarkan pada yang nyata saja.
Tentu banyak sekali tipe yang lain,
Apalagi kalau dibuat permutasinya.

Itu kenyataan hidup,
Sangat ilmiah, karena merupakan hasil penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan,
Alam ini membutuhkan tipe-tipe manusia itu ada dan hidup,
Untuk kesemibangan dan kelangsungan alam ini,
Dan peningkatan kualitas peradaban mansuia.

Jika diri kita sebenarnya mikrokosmos,
Yang merupakan miniatur dari alam raya makrokosmos,
Maka sifat2 tersebut ada dalam diri kita,
Tugas kita untuk menyeimbangkannya.

Bukankah katanya hidup yang seimbang itu lebih baik?
Dari pada ekstrim kiri,
Atau ekstrim kanan,
Ataupun ekstrim atas atau bawah?

N O L

Angka "nol"
Yang tiada berawal
Dan tiada berakhir

Bulet
Tiada bersudut


Kosong tapi penuh
Penuh tapi kosong

Adanya di tengah-tengah
Di pusat

BERANI HIDUP

Berani hidup
Lebih keren
Daripada berani mati

Mati tidak usah dicari
Dia pasti akan datang bila sdh waktunya
Tapi hidup,
Hidup yang mulia,
Sebagaimana layaknya seorang manusia,
Yg lebih mulia dari binatang,
Tidaklah gampang,
Jauh lebih susah daripada mati.

Manusia harus menggunakan kelebihannya secara CERDAS
Yang memiliki kemampuan untuk berfikir,
Kemampuan untuk berbicara,
Kemampuan untuk berbuat,
Yang memiliki budi pekerti,
Yang memiliki kemampuan untuk membedakan
Mana hal baik dan mana hal tidak baik

Menggunakannya secara cerdas untuk kemuliaan

Mulai dengan yang paling nyata
Pikiran, perkataan dan perbuatan yg mulia
Terhadap orang lain dan alam ini.

Hidup itu penuh perjuangan dan tanggung jawab,
Seorang kepala rumah tangga,
Apakah ia seorang wanita ataukah laki-laki,
Menyandang tugas yang berat,
Karena dia harus mampu bertindak sebagai seorang pembimbing spiritual bagi keluarganya
Harus mampu menjadi pelindung
Memberi rasa aman kepada keluarganya
Harus mampu menafkahi keluarganya secara ekonomi,
Harus mampu menjadi pelayan/pekerja yang baik
Bagi keluarganya,
Harus mampu menjadi seorang Brahmana, Ksatrya, Waisya dan Sudra.

Oh berat ya.
Hasil bincang-bincang dgn Pak Made di Ciawi.

TUHAN TIDAK UNTUK DIPERINTAH

Dari dulu, sejak Tuhan "diciptakan" manusia,
"Diciptakan manusia", begitulah banyak orang menyebutnya,
Dari sejak itu, orang mencari-cari Tuhan,
Sampai sekarang belum ketemu-ketemu.

Karena Tuhan memang tidak ada?
Ataukah, Tuhan yang mereka cari, tidak ada?
Lalu Tuhan yang bagaimana yang ada?

Tuhan akan mau singgah kalau disediakan tempat yg layak,
Kalau disapa (welcome) dan dipersilahkan untuk singgah,
Singgah ke mana?
Ke hati kita masing-masing,
Karena di situlah tempatNya.

Kenapa ada pembunuhan secara sengaja?
Karena disitu tidak ada Tuhan
Kenapa ada kemarahan?
Karena disitu tidak ada Tuhan.
Kenapa ada korupsi dan penipuan?
Karena disitu tidak ada Tuhan,
Walaupun mengakunya berTuhan.

Tuhan bukan sosok yang diperintah-perintah,
Kita-kita aja gak suka diperintah orang semaunya,
Apalagi Tuhan.

Diperintah bikin petirlah,
Diperintah bayar kartu kredit lah,
Cuma untuk membuktikan keberadaanNya.

Orang bukan beragama berarti bisa juga ketemu Tuhan?
Sangat mungkin.

Justru, kalau levelnya sudah benar tinggi,
Justru agama akan ditinggalkan,
Dengan kesadaran,
Bukan karena ngambek.

Bliss dan Happiness,
Dua-duanya adalah "kebahagiaan".
Bedanya, happiness adalah kebahagiaan akibat pemenuhan panca indra,
Tergantung/melekat dengan hal-hal duniawi,
Sementara, Bliss, adalah kebahagiaan yang diperoleh bukan karena
Pemenuhan panca indra,
Kebahagiaan yg bebas dari keterikatan duniawi,

Kebahagian adalah soal surga dan neraka,
Yang didapat di dunia ini,
Bliss adalh perjalanan menuju moksa,
Bersatu kembali ke Sang Pencipta,
Itulah yang dikejar-kejar orang yang menekuni spiritual,
Bukan surga, tapi moksa, manunggal kembali.

Kebebasan adalah pencapaian tujuan,
Tapi kebebasan bukan berarti immorality ataupun semau gue

GURU


Aku belajar dari orang tuaku dan leluhurku,
Aku belajar dari guruku di sekolah,
Aku ragu, apakah yg dapat kupelajari dari pemerintah,
Tapi yang pasti, aku belajar dari Alam, Tuhan Yg Maha Kuasa



Dia yang ada di dalam dan di luar ciptaanNya
Dia yang meresap di alam ini
Dialah guru yang tertinggi

Semoga aku bisa berdiri tegar,
Menjalankan swadharma,

Semoga aku bisa duduk merendah,
Mendengarkan
Membuka hati
Membuka pikiran






Wednesday 24 April 2013

FALSAFAH POHON






Pohon adalah kayu
Kayu adalah kayun, pikiran
Kekayuan, kekayon, berpikir seperti laksana pohon 


 
 





Langit dan bumi

Orang mengibaratkan bagaikan Bapak dan Ibu (pertiwi)
Laki-laki dan perempuan
Tegas dan lembut
Pikiran dan Rasa
Dalam setiap diri manusia ada unsur laki dan perempuan, pikiran dan rasa



Langit dan bumi
Orang mengibaratkan bagaikan positif dan negatif
Petir dengan daya yang sangat kuat, selalu berusaha mencari bumi, penetralisir

Hanya pohon
Hanya pohon yang mempersatukan kedua unsur itu sepenjang hidupnya
Mempersatukan Langit dan Bumi
Daunnya menerima energi dari langit,
Akarnya mencari energi dari bumi

Mempersatukan laki dan perempuan,
Mempersatukan Bapak dan Ibu
Mempersatukan pikiran dan rasa
Mempersatukan positif dan negatif
Menjadi NETRAL
Menjadi NOL

Dalam kondisi netral dan nol,
Pohon dengan rendah hati
Siap mengabdi kepada manusia
Dan mahluk hidup lainnya
Menyediakan, daunnya, bunganya, sarinya, buahnya, batangnya, kulitnya, akarnya, umbinya, oksigen nya, bahkan zat-zat tertentu yang bisa jadi obat.

Begitulah semestinya sebuah pohon
Apalagi pohon yang rindang,
Mengabdi
Bukan membebani
Ataupun mencuri hak rakyat
(lho kok melenceng ke politik)

DAUN LEPAS DARI DAHAN, KERING DAN MATI


DIA, ibarat pohon besar

Sedangkan semua yang lain,
Termana, 
Dan entitas hidup lainnya,
Ibarat cabang-cabang dan daun-daun pohon besar itu

Dengan menyiramkan air pada akarnya
Semua bagian pohon itu Menjadi segar secara otomatis

Hanya cabang-cabang dan daun-daun yang lepas
Yang tidak dapat dipuaskan
Mereka akan secara perlahan mengering
Meski dicoba melakukan penyiraman
Tidak mempan disiram lagi
Dan orang yang mencoba menyiram
Yang mencoba melakukan itu
Hanya memboroskan energi dan sumber daya


(A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada - Srimad Bhagavatam)

SAMA DAN BERBEDA PADA SAAT YANG SAMA

Tidak sesuatupun yang bukan bagian dari Hakekat Sejati
Tapi secara bersamaan, semuanya (para energi) adalah berbeda dari Hakekat Sejati
Sama-dan-berbeda-pada-saat-yang-sama

Demikianlah hubungan antara Hakekat Sejati dengan kita
I ada di dalam, dan juga di luar ciptaannya

Ketika pengetahuan ini telah dimengerti secara nyata
Falsafah monisme (segalanya adalah satu)
Dan falsafah dualisme (segalannya adalah berbeda)
Menjadi tidak sempurna

Pertukaran RASA tidak terjadi antara manusia dan binatang
Pertukaran rasa hanya terjadi antara sesama manusia ataupun sesama binatang
Pertukaran rasa hanya terjadi antara spesiaes yang sama

Tetapi sejauh menyangkut para jiwa, dalam eksitensi spiritual
Mereka memiliki sifat-sifat yang sama dengan Nya.
Dalam kesamaan tersebut, dalam tataran sipritual,
Pertukaran rasa terjadi antara mahluk hidup dengan Hyang Sejati


(Srimad Bhagavatam, A.C. Bhaktivedanta Swami Parbhupada)

MANUSIA, MAHLUK INDAH, SUCI DAN MERDEKA


Manusia mahluk yang sangat indah dan merdeka 
Dan juga merupakan ciptaan yang maha luar biasa
Bukan hanya mampu berbicara dan bergerak
Tapi juga punya budi pekerti
Punya intelegensi yang sangat tinggi

Lalu, untuk apa ciptaan yang indah dan incredible ini diciptakan 
Kalau hanya untuk melaksanakan apa yang menjadi kehendak Penciptanya, 
Kalau hanya menjadi robot yang dikendalikan oleh Penicptanya
Kalau hanya menjadi seperti kerbau dicocok hidungnya?

Kalau hanya untuk dijadikan ciptaan seperti itu
Apakah perlu ciptaan yang melebihi kemampuan kerbau?

Manusia mahluk yang merdeka
Punya pilihan untuk melakukan apa saja
Dalam batas-batas karma nya terdahulu
Dalam batas-batas perbuatannya sebelmunya

Saat ini
Detik ini
Manusia menerima hasil dari perbuatan (karma) nya terdahulu
Perbuatan dalam kehidupan sekarang 
Maupun perbuatan dalam kehidupan sebelumnya

Saat ini
Detik ini
Pada saat yang bersamaan
Manusia membuat karma baru, yang akan dipetik hasilnya kemudian
Dalam kehdiupan ini
Maupun dalam kehidupan yang akan datang
Nasib manusia, ditentukan oleh karmanya sendiri

Manusia, dalam pandangan Dharma
Bukan budak atau hamba Penciptanya
Bukan tikus dalam cenkraman cakar kucing
Bukan mahluk yang harus diiming-imingi dengan surga
Bukan mahluk yang harus diancam dengan neraka
Agar berjalan sesuai kehendak kusir

Ia tidak terbuat dari tanah liat
Ataupun air kotor
Ia tidak lahir dari kecelakaan mitologis
Ataupun dosa teologis

Ia diciptakan dengan sengaja
Karena dalam penciptaan ada kebahagiaan
Dari kebahagiaan, semua yang ada, datang
Oleh kebahagiaan, mereka semua hidup
Ke dalam kebahagiaan, mereka semua kembali

Inti dari mansuia adalah Atman, Sang Jiwa, Sang Diri Sejati
Yang menghidupkan dan menggerakkan badannya
Yang merupakan bagian dari Brahman, Sang Jiwa Tertinggi
Brahman, meresap di dalam dan di luar ciptaanNya





KITA TIDAK AKAN PERNAH MENEMUKAN TUHAN (?)


Semoga hal baik, datang dari segala arah.
Semoga semua mahluk berbahagia.

-tatkala saya merenung liar -

Manusia yang meyakini Tuhan

Bagaimana rumitnya sebuah gen, sebuah sel hidup? Dan bagaimana besarnya sebuah planet bernama bumi, benda bernama matahari, alam raya seisi galaksinya, alam raya yang lebih luas dengan milyaran galaksi, dan belum jelas, kapan kira-kira kita akan tahu tepi dari alam raya ini, itupun kalau tepi itu memang ada? Dan ada apakah di luar tepi tersebut? Dan betapa menakjubkannya sistem yang membentuk alam raya ini, satu dengan yang lain saling berkait, tediri dari barangkali trilyunan sistem-sistem kecil, yang tidak berdiri sendiri-sndiri, yang sudah ada jutaan bahkan mungkin milyaran tahun yang lalu. Dan kita belum tahu secara pasti, apa itu nyawa, roh, soul?

Terciptalah kemudian berbagai konsep keTuhanan yang masing-masing mencoba untuk memberikan penjelasan atas misteri alam raya ini. Melihat dari hal tersebut, tidaklah mustahil, tidak ada konesp ketuhan yang paling benar. Tapi, yang ada adalah konsep yang lebih masuk akal (untuk sementara).

Kalau kita meyakini Tuhanlah pencipta alam raya ini dan Tuhan maha suci dan mulia, maka sangat bijak kalau kita memakai hal-hal yang melekat pada diri kita, baik software maupun hardware kita, untuk tujuan yang kita percaya sebagai ajaran Tuhan, yaitu kebaikan umat manusia, dan alam raya. Salah satunya adalah, akal. Hanya manusialah yang memiliki akal atau rasio atau pertimbangan. Saya meyakini, konsep keTuhanan adalah konsep yang boleh diperdebatkan ke-masuk-akalannya. Dan karenanya boleh diperbaharui. Menurut saya, manusia yang seimbang, adalah manusia yang secara cerdas dapat memutuskan porsi yang tepat antara akal dan keyakinan.

Sepatutnya, meyakini keberadaan Tuhan, dengan konsep yang lebih masuk akal, membuat kita menjadi manusia yang: (1) giat berkarya dan berusaha, (2) pandai bersyukur, (3) rendah hati dan tidak sombong, (3) welas asih, (4) ikhlas, dan (5) pemaaf. Saya tidak mengatakan bahwa orang yang tidak meyakini keberadaan Tuhan, tidak bisa mencapai hal-hal seperti itu. Tapi, kalau orang yang meyakini keberadaan Tuhan, kemudian hasilnya bertentangan dengan point-point yang saya utarakan di atas, saya yakin perlu melakukan introspeksi, di mana kekeliruannya.


Sejauh Apa Tuhan itu?

Kita sudah sering dengar bahwa teori Darwin mencoba menjelaskan evolusi manusia. Tapi, saya belum tahu kapan sejatinya manusia pertama itu ada di bumi ini. Kalaupun ada penelitian yang punya bukti yang otentik mengenai keberadaan manusia pertama kali, untuk mengetahui berapa umur sejarah manusia di bumi ini, saya yakin tentunya hasil penelitian tersebut menunjukkan angka tahun yang sangat lama sekali.

Dari usia sejarah manusia di bumi ini yang sangat lama tersebut, kita bisa membayangkan, sudah berapa kematian dan kelahiran yang terjadi di bumi ini? Apapun keyakinan anda mengenai kehidupan setelah kematian, tidaklah penting, tapi yang jelas pertanyaannya sama, sudah berapa roh yang lepas dari badan manusia ini? Dan roh-roh tersebut adalah roh para leluhur manusia. Artinya, sudah berapa jenjang leluhur yang kita miliki saat ini?

Entah itu karena karma nya yang baik saat dia hidup sekali di dunia fana ini (bagi yang meyakini bahwa hidup ini hanya sekali), ataupun karena karma baik berulang dalam setiap kelahirannya kembali (bagi yang meyakini reinkarnasi), saya yakin diantara leluhur kita tersebut memiliki tingkat kesucian, spriritualitas dan kemampuan metafisika yang berbeda, dari yang jeblok, sampai yang paling tinggi. Dan setelah melewati kehidupan fana, mereka adalah energi yang sama, dengan tingkat kesucian yang berbeda. Cara sederhana kita, pada umumnya, untuk menggambarkan tingkatan, termasuk tingkat kesucian, adalah bahwa yang memiliki tingkat kesucian paling tinggi, secara harfiah tempatnya di atas sekali, paling tinggi.

Tingkat kesucian para leluhur ini (dan pada saatnya nanti kita juga akan jadi leluhur anak cucu kita masing-masing) juga sebanding dengan tingkat sifat keTuhanan yang mereka miliki. Jadi, dengan pemahaman yang sederhana seperti itu, dimana tempat Tuhan? Sudah pasti sangat jauh di atas, karena keyakinan atas Tuhan itu maha suci dan maha pencitpta. Kesucian Tuhan maha suci, kebesaran Tuhan maha besar terlihat dari betapa tiada duanya cipataan Tuhan, maka tempatnya jauhhhhhhh….. di atas sana. Apakah Tuhan memang sejauh itu tempatnya? Bukankah orang bilang Tuhan itu ada di hati kita yang paling dekat? Sifat keTuhanan dimiliki oleh setiap orang, termasuk kita yang hidup saat ini, dan yang akan mati menjadi leluhur nanti. Tugas kita adalah menggali sifat keTuhanan yang ada dalam diri kita masing-masing.


Apakah dia bener Tuhan, ataukah dia hanya leluhur kita yang suci?

- Lebih baik berprasangka baik dari pada berprasangka buruk -

Suatu keinginan yang lumrah bagi manusia secara umum, ingin melihat dan/atau mendengar Tuhan, secara langsung. Niatnya bisa bermacam, mungkin karena akan merasa jauh lebih bahagia bila ketemu kekasih, ataukah niat untuk membuktikan apakah memang Tuhan itu ada atau tidak. Tapi, apakah kita tahu, apa bedanya bahasa yang dipakai Tuhan, dengan bahasa yang dipakai manusia? Kalapun Tuhan itu berkomunikasi dengan manusia melalui suara yang bisa didengar oleh telinga manusia, tentunya suara tersebut haruslah dapat dimengerti artinya oleh manusia. Artinya, bahasa yang dipakai Tuhan akan sama dengan bahasa yang dipakai manusia. Demikian juga bahasa yang dipakai oleh leluhur, sama dengan bahasa yang dipakai manusia. Lalu bagaimana kita bisa membedakan bahwa suara tersebut adalah suara leluhur ataukah suara Tuhan? Lalu bagaimana kita bisa memdedakan bahwa energi yang kita rasakan adalah energi dari leluhur ataukah energi Tuhan? Karena energi leluhur, energi diri kita sendiri, juga memiliki sifat keTuhanan.
Kalaupun kita bisa melihat, saya yakin yang kita bisa lihat adalah bentuk-bentuk leluhur dengan tingkatan yang berbeda, sesuai tingkatan kita. Karena susah untuk nyambung kalau frekwensi keTuhanan kita berbeda. Leluhur, atau energi dengan tingkat kesucian yang berbeda ini, tingkatannya bisa sampai (dalam bahasa Bali) tingkatan Dewa ataupun Bhatara, bukan Shang Hyang Widhi, Tuhan yang maha esa.

Jadi, saya meyakini, mustahil kita akan bisa melihat Tuhan yang benar-benar Tuhan, kalau kita TIDAK memiliki sifat keTuhanan yang sama dengan Tuhan itu sendiri. Yang kita rasakan dan lihat sekarang adalah yang kita kira Tuhan. Namun, tetap merupakan hal yang baik, karena merupakan perjalanan peningkatan sifat keTuhanan kita masing-masing.


Leluhur yang kasih kepada keturunannya

Sekali lagi, leluhur yang memiliki tingkat kesucian yang maha sangat tinggi, juga memiliki sifat keTuhanan yang sangat tinggi, dan saya yakin sangat sayang kepada keturunannya. Leluhur orang Arab, sangat sayang kepada keturunannya. Leluhur orang Yahudi, sangat sayang pada keturunannya. Leluhur orang India, sangat sayang pada keturunannya. Demikian pula, leluhur orang Nusantara, sangat sayang sama keturunannya.

Leluhur maha suci ini setiap saat memantau dan membimbing keturunannya di alam fana ini. Namun, bila mana keturunannya “bandel”, maka diciptakan cara-cara yang sesuai, diciptakan ajaran yang sesuai, untuk “menyadarkan” keturunannya tersebut, agar kembali menjadi keturunan yang baik. Cara-cara tersebut tentunya disesuaikan dengan jenis dan tingkat ke-bandelan keturunan leluhur bersangkutan. Cara-cara berbeda tersebut, mempunyai tujuan  yang sama, yang tidak perlu saya ulang lagi. Dilihat dari luar, cara yang dipakai di Nusantara, bisa saja berbeda dengan cara-cara di tempat lain, demikian sebaliknya. Namun, bila dilihat lebih dalam, semua cara itu bertujuan sama.

Kapan leluhur Nusantara akan “menampar-menyadarkan” kita-kita yang merupakan keturunan Beliau yang bandel-bandel ini? Mudah-mudahan tidak perlu sampai ditampar, mudah-mudahan cepat sadar sendiri.


Tuesday 23 April 2013

THE GOD IS NOT CRAZY


Jika ditanya apa film yang paling berkesan, maka saya akan jawab salah satunya adalah, The Gods Must Be Crazy. Bagi saya, film ini menyuguhkan kesederhanaan komedi yang sangat lucu, yang mana saya tonton beberapa kali dalam waktu berbeda, masih tertawa terpingkal-pingkal juga. Ya, lucu. 



Dulu, hanya komedi situasi ala Caphlin atau pelawak Srimulat, yang melekat di pikiran saya dari film ini. Tapi, kalau kita cermati, film ini juga sepertinya (disengaja atau tidak oleh penulis cerita) menyampaikan sindiran kepada umat manusia pada umunya, dalam hal beragama. Dua alur cerita terpisah: kisah manusia bushman bernama Xi dan kisah percintaan seorang ahli biologi dan guru sekolah dasar, berjalan secara pararel. 

Dalam ulasan ini, saya ambil kisa si manusia bushman saja. 

Bagi yang sudah menonton, tentunya tidak lupa dgn cerita film tsb. Seorang bushman beserta keluarganya di gurun Kalahari di Afrika, yang digambarkan tidak civilized bak orang kulit putih, alias masih primitif, jauh dari modernisasi, “kejatuhan” botol minuman dari langit. Yang sebenarnya dijatuhkan oleh seorang pilot pesawat ringan. Namun bagi keluarga bushman ini, karena ketidaktahuannya, menganggap benda (botol beling) tersebut dijatuhkan dari langit oleh para dewa (the Gods) yang lagi terbang melintas di langit. Benda (botol) tersebut banyak memberikan manfaat kepada keluarga tsb, tapi juga di saat yang lain, menjadi sumber pertengkaran dalam keluarga tersebut. Karena menjadi sumber pertengkaran, maka mereka ingin mengembalikan benda tersebut kepada Gods, dengan melemparkannya ke langit, yang mana tentu saja benda tsb jatuh lagi, dan kebetulan mengenai kepala salah satu anggota keluarganya. The Gods, must be crazy memberikan benda seperti itu. 

Maka mulailah perjalanan orang bushman ini mencari tempatnya the Gods, untuk mengembalikan benda tersebut, dimana menurut pemahaman mereka, tempatnya pastilah di ujung dunia ini. Dalam perjalanan tersebut, dia banyak menemukan hal baru, yang dia kira sebagi the Gods itu sendiri. Beberapa kali merkea kecewa, orang yang ditemuinya di tengah perhjalanan, yang semula mereka kira the Gods, ternyata bukan the Gods itu sendiri. Akhirnya dia hanya sampai di suatu tempat, yang dia kira sebagai akhir dari perjalanannya (mencari tepi dunia). Padahal kalau tepi dunia yang benar-benar mereka mau cari, mereka sebenarnya belum nyampai. Tapi karena mereka meyakininya sudah sampai, lega hati mereka.

Dalam beberapa hal, menurut saya, ini merupakan sindiran kepada kita yang beragama, di mana agama menjadi sumber pertengkaran bagi pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya, padahal semua agama meyakini bahwa agamanya adalah wahyu dari Tuhan. Sekali lagi, sindiran. Bukan secara harfiah mempertentangkan antara modernisasi vs agama.

Karena menjadi sumber pertikaian, haruskah kita seperti orang bushman tersebut di atas, mengembalikan agama tersebut kepada penicptanya? Kepada Tuhan?

Is the God crazy? Ataukah kita yang masih "primitif" memahami agama? Ataukah ada sekelompok orang yang dengan sengaja menunggangi agama untuk kepentingan kelompoknya, yang mana hal itu bertentangan dengan agama yang murni?