Oleh : I Wayan Sudarma (Shri Danu Dharma P.)
Jika saya tidak
mencakupkan tangan untuk memujaMu, maka lebih baik saya tidak mempunyai
tangan. Jika saya melihat benda dimana saya tidak melihat kehadiranMu
baik secara langsung maupun tidak langsung maka lebih baik saya tidak
mempunyai mata. Jika saya mendengar sebuah ujaran yang secara
langsung maupun tidak langsung menyebut namaMu, maka lebih baik saya
tidak mempunyai daun telinga.Jika mulut saya mengucapkan sepatah kata
yang tidak mangandung pujian untukMu maka lebih baik saya tidak punya
lidah. Di dalam setiap kerdipan pikiranku terlihat cahayaMu, jika dalam pikiranku
ada cahaya yang tidak merupakan kerdipanMu maka hapuslah pikiranku, oh
Tuhan Yang Maha Esa, namun datang dan bersemayamlah di dalam diriku.
Seorang
atheis sesungguhnya juga mencari Tuhan Yang Maha Esa, namun ia tidak
tahu Tuhan Yang Maha Esa yang dicarinya.Jika anda menyukai sebotol
alkohol, anda berarti mencari Tuhan Yang Maha Esa. Bilamana anda marah
dan frustasi, maka anda memuja Tuhan Yang Maha Esa. Bila anda membeli
sebuah komik tentang Superman, sesungguhnya anda mencari figur yang
lebih perkasa dari anda yakni, Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Bila anda
merenungkan masa-masa silammu guna mengobati penderitaan dan
kepedihanmu, maka ada sesuatu dalam dirimu yang menghubungkanmu dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda keluar mencari, menggabungkan dan
memadukan gerakan-gerakan badan anda dalam kelompok dansa secara
kolektif, sesungguhnya anda mencari spirit kolektif yaitu Tuhan Yang
Maha Esa. Bila anda menggabungkan suara serulingmu ke dalam seperangkat
gamelan yang ada di sekelilingmu, sesungguhnya anda menggabungkan
kesadaran peribadi menjadi kesadaran totalitas, kesadaran super yaitu
Tuhan Yang Maha Esa. Inilah gambaran pencarian Tuhan Yang Maha Esa
seorang atheis yang belum mengakui pencariannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi seorang agnostis yang
sesungguhnya tidak tahu apa Tuhan Yang Maha Esa itu ada atau tidak,
namun ia mengakui adanya pencarian terhadap kebenaran. Memang sebelum anda mencari Tuhan Yang Maha Esa, anda terlebih dahulu harus mencari
kebenaran apakah benar Tuhan Yang Maha Esa itu eksis atau tidak.
Sesungguhnya hal ini juga bagian dari perjalanan pencarian Tuhan Yang
Maha Esa.
Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi para intelektual, bagi para
theologis dan para filsuf yang selalu berbicara memakai diksi yang
sangat silektif, memakai istilah-istilah yang sangat lugas. Namun bila
kemudian ia menjadi seorang kebaktian maka ia baru akan menyadari bahwa
masalah eksistensi Tuhan Yang Maha Esa tidak sejelas pandangan murni
seorang filsuf atau theologis.
Ada juga Tuhan Yang Maha Esa bagi
para bhakta. Seorang yang sangat dekat dan sayang pada saya suatu ketika
berkata pada saya seperti ini: "Jika saya merasa pilu dan ingin
meraung-raung, apa yang harus saya lakukan terhadap kenyataan seperti
ini?" Lalu saya jawab begini: "Dapatkah anda merenungkan seorang suci
dalam sejarah umat manusia atau seorang yang berjiwa besar baik di Timur
maupun di Barat yang mampu memenuhi aspirasinya tanpa harus menangis
keras-keras sebelum sampai pada realisasi Tuhan Yang Maha Esa?" Bagi
sivilisasi atau keluarga, tetesan air mata adalah merupakan setru bagi
Tuhan Yang Maha Esa. Jika anda ingin menangis jadikanlah perasaan
menangismu wujud bhakti, suatu emosi yang dipersembahkan kepada Yang
Maha Mulia. Mengapa anda menangisi sesamu? Mengapa anda menangisi
bantal? Jika semua emosimu dipersembahkan kepada Kemahakuasaan maka akan
berubah menjadi wujud bhakti. Para bhakta mengerti Tuhan Yang Maha Esa sebagai Personal.
Sekarang sampailah kita pada pandangan yang dianut oleh filsafat
Vedanta, di luar Tuhan Yang Maha Esa para atheis dan agnostis, di luar
Tuhan Yang Maha Esa kaum intelektual dan orang-orang kebaktian kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat transpersonal dan bukan Tuhan Yang
Maha Esa yang bersifat personal. Kita harus mengerti Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai sifat transpersonal dan transendental. Kita harus juga
memahami Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat imanen yang bersumber dari
kesadaran kolektif semua alam raya ini.
Setiap orang mempunyai
perasaan yang maya dalam kaitannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, yaitu
perasaan yang sungguh ganjil. Ada bagian dari tubuh kita yang selalu
mencari hal-hal yang lain. Mari kita tanya diri kita sendiri apakah
pernah ada waktu dimana kita menstagnasikan pencarian dan kita
menyerah pasrah. Yang jelas kita selalu mencari jalan untuk sampai pada
tujuan yang nun jauh di sana. Dalam yoga pencarian berakhir. Para
pengikut ajaran yoga tidak menyatakan kepercayaan. Sebaliknya ia
membersihkan pikirannya dan melihat Tuhan Yang Maha Esa hadir dalam
dirinya. Dari ketiga tingkat pemujaan: stuti, prarthana dan upasana, ia
berada pada tingkat terakhir. Apapun yang ia katakan mengenai
sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa semua berdasarkan pada pengalamannya
merasakan kehadiranNya dalam dirinya. Dengan penuh keyakinan seorang
yogin akan berkata: "Saya telah melihat kehadiranNya dan anda tentu juga bisa melihat dan merasakanNya sendiri."
Dalam
mencoba berbicara dengan Tuhan Yang Maha Esa kita mungkin juga
mengatakan bahwa mendeskripsikan sama dengan menghancurkan. Sama halnya
dengan tingkat-tingkat kesadaran yang lain, keadaan bawah sadar tidak
dapat dideskripsikan sebab semua itu merupakan variasi dari satu
kesadaran bawah sadar. Kualitas bijih emas sama dengan kualitas
anting-anting atau cicin yang terbuat dari emas. Begitu juga halnya
kualitas keadaan kesadaran bawah sadar sama juga dengan tingkat-tingkat
kesadaran yang lain, walaupun keadaannya terbatas.
Kita punya
pilihan. Kita bisa mulai membicarakan Tuhan Yang Maha Esa seolah-olah
Beliau berada "di sini" atau jauh "di sana." Dewasa ini para theologis,
para filsuf dan agamawan berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa
seolah-olah Beliau berada "di luar sana." Mereka menasehati manusia
untuk mencari, memuja, mendekati dan mencapai Tuhan Yang Maha. Tetapi
bila anda pergi ke Gereja, ke Pura atau ke tempat-tempat suci lainnya
untuk mencari Beliau, sesungguhnya anda secara literer tidak berada
lebih dekat denganNya daripada anda hanya duduk di bak mandi. Sepanjang
menyangkut Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya tidak ada bedanya antara
mimbar dengan bak mandi. Perbedaannya hanya terletak pada keinsyafan dan
kesadaran kita pada Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhirnya di mana pun anda
dan saya duduk hanya merupakan satu realitas dan entitas yang sama.
Bagi mereka yang ingin mempertimbangkan pertanyaan tentang sifat-sifat
Tuhan Yang Maha Esa dan dimana Beliau dapat diketemu-kan dianjurkan
membaca teks kuno yang disebut Mandukya Upanisad, salah satu dari
sepuluh atau sebelas Upanisad Utama. Teks tersebut panjangnya hanya satu
setengah halaman yaitu merupakan Upanisad terpendek namun merupakan
pernyataan- pernyataan yang terpadat tentang Tuhan Yang Maha Esa. Teks
tersebut merupakan penjelasan kata OM yang merupakan penggabungan tiga
suara yaitu: A, U dan M. Menurut Mandukya Upanisad, suara A
mendeskripsikan satu level eksistensi, satu tingkat kesadaran –
keterbangunan. Suara U mendeskripsikan level eksistensi atau kesadaran
yang lain - mimpi. Sedangkan suara M mendeskripsikan level eksistensi
dan kesadaran ketiga - tidur. Menurut teks dan tradisi setelah Anda
mengucapkan bunyi OM, akan ada setengah suku yang tak terucapkan, yaitu keadaan keempat – keadaan bawah sadar. Waktu yang diperlukan untuk mempelajari ini lebih dari usia kita, bahkan ratusan tahun.
Di
dalam buku-buku Upanisad kita menemukan banyak paragraf tentang Tuhan
Yang Maha dan yang paling terkenal adalah "Neti, Neti" yang artinya
bukan ini bukan itu. Jadi untuk mengerti ketunggalan dalam artian tidak
ada banyak kecuali "Saya" adalah dengan memahami Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Upanisad kita juga dapatkan kalimat-kalimat berikut:
Sarva? khalv-ida? brahma - Semua fenomena didunia adalah Brahman (Chandogya Upanisad
III.14.7).
Ekam-evadvitiyam - Hanya ada satu Brahman tak ada yang kedua (Chandogya Upanisad VI.2.1).
M?tyo?
sa m?tyum apnoti Ya iha nameva pasyati – Ia berlalu dari kematian ke
kematian seakan akan Ada banyak di dunia ini(Katha Upanisad IV.10)
Bagaimana
mungkin kita bisa mengerti hal ini selagi kita hidup di dunia dimana
terjadi interaksi antara banyak fenomena? Tidak mungkin pikiran manusia
yang tetap bersifat manusiawi mampu mengerti Tuhan Yang Maha Esa. Hanya
pikiran Tuhan Yang Maha Esa yang dapat mengerti Tuhan Yang Maha Esa.
Hanya pikiran manusia yang bebas dari sifat kemanusiaannya yang mampu
berubah menjadi pikiran Tuhan Yang Maha Esa dan yang mampu mengerti
pikiran Tuhan Yang Maha Esa. Selama anda masih mengklaim pikiranmu
sendiri misalnya dengan mengatakan: Saya mempunyai individualitas, saya
mempunyai pikiran dan saya mempunyai kepribadian sendiri, maka harapan anda untuk memahami Tuhan Yang Maha akan sia-sia belaka. Dan jika anda
tidak bertujuan mengetahui Tuhan Yang Maha Esa maka saya rekomendasikan
Anda untuk tidak hanya sekedar percayaiNya. Seorang yang percaya melalui
pengetahuan harus mengatakan kepada orang lain yang percaya lewat
ketidaktahuan hal ini: "Janganlah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa
sebab keyakinan yang didasari ketidaktahuan telah menjadi penyebab
terjadinya kekacauan dan perang. Oleh karena itu lebih baik tidak
memiliki suatu keyakinan. Inilah sebabnya mengapa hal pertama yang
disampaikan oleh seorang praktisi yoga kepada orang lain adalah:
Janganlah percaya pada Tuhan Yang Maha Esa jika anda tidak memiliki
hasrat untuk mengenalNya secara peribadi. Sebelum kita berbicara
mengenai Tuhan Yang Maha Esa saya ada satu saran untuk anda. Hilangkan
semua prakonsepsi anda detik ini. Bila saya mengucapkan kata Tuhan Yang
Maha, apa artinya kata Tuhan Yang Maha Esa bagi anda? Hilangkan pikiran
semacam ini. Mulailah dengan pikiran yang jernih dan bersih. Mulailah
dengan keadaan yang mutlak jelas dari sekarang dan untuk selamanya.
Saya
dilahirkan di India dalam lingkungan masyarakat yang memiliki
interpretasi tersendiri mengenai Tuhan Yang Maha. Beberapa tahun
kemudian, setelah saya menghabiskan seluruh waktu hidup saya untuk
bekerja bersama anggota masyarakat, saya mengirim surat pengunduran diri
pada mereka. Ketika terakhir kali saya pulang ke India saya bertemu
dengan banyak kolega lama dan mereka bertanya kepada saya: Apakah anda
tidak lagi mempunyai pandangan yang sama mengenai eksistensi Tuhan Yang
Maha Esa? Anda tidak menerima keyakinan kita sebagai suatu kebenaran?
Pertanyaan ini saya jawab begini: Kali ini, dari mana saya sekarang,
saya hanya percaya pada ketidaktahuan saya. Saya tidak dapat membuat
pernyataan mengenai Tuhan Yang Maha Esa. Kapan saya mempunyai realisasi
totalitas terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kapan saya mempunyai pengetahuan
yang komplit mengenai Tuhan Yang Maha Esa saat itu saya akan beritahu anda apa kepercayaan saya. Tetapi masalahnya adalah: Sivam na janami
katham vadami Sivan ca janami katham vadami - Saya tidak tahu Tuhan Yang
Maha Esa; bagaimana saya membicarakanNya? Saya tahu Tuhan Yang Maha;
bagaimana saya membicarakanNya?
Berapa dari mereka yang berdiri
di podium mempunyai hak untuk berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa?
Bila anda tidak mengenal Tuhan Yang Maha Esa anda tentu tidak punya hak
untuk membicarakanNya. Sebaliknya, jika kita memiliki pengetahuan
pribadi mengenai Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak ada jalan untuk
membicarakanNya. Tidak ada kata yang mampu mengekspresikan realitas
Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan Tuhan Yang Maha dan pengalaman Tuhan
Yang Maha Esa yang melitas di pikiranmu bagaikan gelombang samudra. Anda
tidak mampu memiliki memori tentang eksistensi terdahulu. Satu-satunya
hal yang dapat anda lakukan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa
adalah mempersembahkan diri anda pada pengetahuan dan kebenaran dan
pada pengetahuan kebenaran itu sendiri. Memang sudah merupakan realitas
hidup bahwa anda ingin mengetahui apa artinya mengenal Tuhan Yang
Maha Esa. Jika anda ingin mengungkapkan kebenaran Tuhan Yang Maha Esa
maka persembahkan diri anda demi pengetahuan kebenaran. Apakah ada
keadaan seperti ini? Apakah Anda manusia yang setelah mengenalNya, maka
ia tidak punya keinginan yang lain lagi? Apakah ada suatu keadaan di
mana semua kehendak terpenuhi? Bila tidak ada tujuan maka tidak ada lagi
yang perlu dicari, tidak ada sensasi lain? Apakah ada suatu keadaan
dimana tidak ada keinginan, tidak ada yang tertinggal, suatu keadaan
dimana terwujud kesempurnaan kesadaran Anda akan semua keinginan dan
kehendak? Apakah keadaan seperti ini eksis? Motif kita harus juga jelas
dalam mengejar inkuiri semacam ini. Mengapa anda mengucapkan kata-kata
ini? Mengapa anda membaca buku ini? Apa yang mendorong anda membaca
buku mengenai Tuhan Yang Maha? Apa hubungan anda dengan inkuiri seperti
ini? Apakah anda hanya terdorong semata-mata oleh rasa keingintahuan apa
realitas seperti ini benar eksis? Pertanyaan kedua ialah: Seberapa
banyak anda ingin mengetahui realitas seperti ini? Kita akan berbicara mengenai Tuhan Yang Maha Esa nanti.
Sekarang
marilah kita bicarakan mengenai diri kita sendiri. Berapa banyak anda
ingin mengetahui realitas ini? Apakah anda sungguh-sungguh ingin
mengetahuinya? Jika begitu, anda perlu memutar semua saluran zat hidupmu
sedemikian rupa, sedemikian arah sehingga semua tindakan dan sensasimu
akan menjadi alat atau sarana untuk merealisasikan kebenaran itu. Tidak
mungkin mengetahui Tuhan Yang Maha Esa tanpa pencelupan yang bersifat
totalitas. Anda tidak bisa setengah berada di dunia maya ini dan
setengah lagi di dunia Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa itu
adalah suatu totalitas. Tuhan Yang Maha Esa itu absolutisme. Apapun
totalitas dan kemutlakan itu sebelum anda mencelupkan diri secara
totalitas dalam inkuiri terhadap Tuhan Yang Maha Esa maka tidak akan ada
jalan untuk mengetahuiNya. Bila setiap kerinduan dalam kehidupanmu
adalah kerinduan untuk mengetahui kebenaran, bila setiap pengalaman
dengan ujung-ujung jarimu diinterpretasikan dalam kaitannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, bila setiap suap makanan yang anda masukan ke mulutmu
diinterpretasikan sebagai persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bila
setiap pelukan kepada orang lain dalam pikiranmu seolah-olah
dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap anda belok kiri
dan belok kanan menuju Tuhan Yang Maha Esa, bila setiap anda naik dan
turun juga menuju Tuhan Yang Maha Esa, bila anda secara sempurna
mencelupkan diri dalam inkuiri ini, maka baru ada harapan bagi anda
untuk mengetahuiNya. Sebelum semua hal ini bisa anda lakukan maka
inkuiri anda terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak akan terwujud. Anda
hanya main-main dengan kilasan pikiran manusia yang sangat terbatas
dalam ruang, waktu dan kausasi.
Apakah anda kira nama Tuhan Yang
Maha Esa itu hanya terdiri lima rangkaian huruf T-U-H-A-N? Sebenarnya
tidak ada nama seperti itu. Dalam pengalaman dengan Tuhan Yang Maha Esa
maka tidak akan ada nama- nama, tidak akan ada kata-kata yang dapat
melukiskanNya. Karena itu, jika anda berpikir bahwa kata Tuhan Yang Maha
Esa adalah Tuhan Yang Maha, maka dengan mengucapkan kata gula, gula,
gula, anda tentu akan dapat merasakan rasa manis di mulut atau bibirmu
dan tentunya tidak perlu lagi membubuhkan gula pada tehmu. Yang perlu
Anda lakukan adalah mengucapkan japa mantra kata gula di atas tehmu, dan
tehmu akan menjadi manis! Jika hanya dengan menyebut nama Tuhan Yang
Maha Esa berulang kali, Anda berpikir akan menemui Tuhan Yang Maha Esa,
tentu Anda juga tidak perlu mengisi garam pada supmu, sebab dengan
mengucapkan kata garam, anda akan mampu menjadikan supmu terasa asin!
Mereka yang telah mengenal Tuhan Yang Maha Esa karena mereka sudah
mengenaliNya lewat pencelupan yang totalitas. Berikut ini adalah mantra
yang sering dinyanyikan oleh seorang yogin.;
“Anda adalah Jiwaku, Oh
Siva. Kepintaranku adalah istriMu. Nafas ini adalah pembantuMu. Badan
ini adalah puraMu. Setiap sensasi yang saya terima lewat panca indra adalah
persembahan untuk memujaMu. Membuka mataku adalah membakar lilin di
depan altarMu. Mendengarkan suara dengan sebelah telingaku adalah
membunyikan bel pura. Tidurku adalah meditasimu yang kekal abadi. Setiap
langkahku adalah prosesi mengelilingi altarMu. Setiap patah kata yang
saya ucapkan adalah lagu pujian. Setiap tindakanku adalah persembahan
untukMu”.
Kalimat-kalimat di atas seharusnya tidak terpisahkan dari
hidup, sebab hanya bila setiap nafas merupakan pengulanagn pikiran Tuhan
Yang Maha Esa, hanya jika anda menyadari bahwa setiap sensasi berasal
dari sumber yang satu itu, maka baru anda akan menjadi bhakta Tuhan Yang
Maha Esa dan tentu akan mampu bersua denganNya. Setiap orang yang telah mengenal Tuhan Yang Maha Esa, ia pasti mengenalNya lewat pencelupan totalitas.
Pernyataan
terbesar mengenai Tuhan Yang Maha Esa adalah keheningan - keheningan
dalam kata-kata dan keheningan dalam pikiran. Bila pikiran kita hening
secara totalitas itulah nama Tuhan Yang Maha Esa. Jika dalam pikiran
tidak ada keinsyafan akan benda-benda, orang, pengalaman, relasi,
memori, kesan yang terbatas dalam waktu, ruang dan sikuensi - bila
pikiran secara totalitas dan mutlak terbebas, tak terkontaminasi dari
semua hal ini, maka keadaan seperti itu tak bernama, tanpa bentuk, tanpa
kata-kata, tidak dapat dilukiskan - itulah nama Tuhan Yang Maha Esa.
Bila Anda mengucapkan kata Tuhan Yang Maha Esa, maka suara yang anda
hasilkan dibatasi oleh ruang dan sikuensi. Hal ini tentu tidak merupakan
nama Tuhan Yang Maha Esa. Hanya jika kesadaran telah menembus semua
batasan rintangan dan demarkasi maka anda baru akan sampai pada Tuhan
Yang Maha Esa. Ambil satu pengalaman dalam hidupmu, sensasi yang anda
miliki detik ini. Berapa banyak sensasi yang anda miliki saat ini? Namai
semua sensasi tersebut dalam pikiranmu. Apapun bentuk pengalaman,
pikiran dan kejadian yang ada dalam pikiranmu akan dibatasi oleh waktu,
ruang dan sikuensi.
Mampukah anda keluar dari keterbatan
tersebut? Mampukah anda mengubahnya? Dapatkah anda melakukan sesuatu yang
tidak dibatasi oleh waktu, ruang dan sikuensi? Ada baiknya Anda
renungkan kemungkinan ini. Misalnya, ambilah pengalamanmu, kata-kata
yang anda dengarkan, pemikiran yang muncul dalam pikiranmu, kesadaran
tentang badanmu, tentang panca indramu atau pikiranmu. Dalam semua
bentuk pengalaman dan kesadaran ini, apakah anda menemukan sesuatu yang
tidak terbatasi oleh waktu, ruang, sikuensi atau kausasi? Jika tidak,
maka istirahatlah, hentikanlah dan pindahlah pada hal yang lain. Bila anda pindah ke sesuatu yang lain, anda harus juga mencermatinya. Apakah anda mendapatkan sesuatu yang terbebas dari batasan waktu, ruang,
sikuensi dan kausasi? Jika ya, berarti anda telah memasuki tingkat
kesadaran tertinggi. Namum sebaliknya jika anda masih mendapatkan
sesuatu yang dibatasi oleh waktu, ruang, sikuensi dan kausasi,
sebenarnya Anda masih jauh dari jangkauan kesadaran Tuhan Yang Maha
Esa. Lantas dimana kesadaran Tuhan Yang Maha Esa? Bagaimana anda bisa
menenangkan pikiran anda secara totalitas dalam artian tidak ada sesuatu
yang berdimensi waktu, ruang, sikuensi dan kausasi bisa terjadi dalam
alam pikiranmu? Berapa kali dalam hidupmu anda pernah mendekati atau
hanya menyentuk pengalaman tentang realitas yang tak belenggu? Bila anda
sudah sampai pada keadaan seperti ini, berarti anda telah datang
mendekati Tuhan Yang Maha Esa.
Banyak manusia sembahyang hanya
dengan berdasarkan keyakinan, tanpa mengetahui untuk apa mereka
sembahyang. Bahkan ada orang sembahyang tanpa keyakinan. Jika anda
sembahyang anda ingin mencapai sesuatu yang nun jauh di "sana." Dalam
kesadaran Tuhan Yang Maha Esa tidak ada "jalan", tidak ada
pencapaian. Tidak ada yang di "sana", semua di sini dimanpun anda
berada. Jadi jika anda berpikir harus pergi mencari Tuhan Yang Maha Esa
berarti Tuhan Yang Maha Esa jauh dari tempat anda berada. Pikiran
seperti ini harus dibuang.Gerakan menuju Tuhan Yang Maha Esa bukan menunjuk
ke arah keluar yang anda bisa tujuk dengan ujung jari naik turun atau
di luar dan di dalam. Orang yang mempraktekan meditasi mengatakan bahwa
Tuhan Yang Maha Esa itu ada di dalam (within). Pernyataan seperti ini
juga tidak lengkap sebab kita hidup dalam dunia yang berlawanan. Bila kita
mengatakan "within" di suatu tempat pada otak belakang kita mendengar
"tidak tanpa." Bila kita mengatakan "inside" maka di suatu tempat di
otak belakang kita mendengar "tidak di luar." Semua ini salah. Tidak di
atas atau di bawah, tidak di luar atau di dalam, tidak di sana atau di
sini, tak satu dari konsep ini berlaku bagi Tuhan Yang Maha Esa.
Itulah
sebabnya jika kita ingin mulai mempelajari tentang Tuhan Yang Maha Esa,
maka hal pertama yang kita harus lakukan adalah membuang jauh-jauh semua
pemikiran kita tentang Tuhan Yang Maha Esa. Apakah anda merasakan
sesuatu yang melintas dalam pikiranmu tatkala Anda mengucapkan kata
Tuhan Yang Maha Esa? Hilangkanlah! Jika ada setangkai bunga karang
mengapung di laut, di manakah laut itu berada dalam kaitannya dengan
karang tersebut? Ke arah manakah bunga karangitu akan pergi mencari
laut? Ke dalam atau ke luar? Akankah ia pergi pada bunga karang yang
lebih besar dan bertanya: "Guru" dimana laut itu? Akankah guru bunga
karang berkata pada murid bunga karang: Nah, lihat ke dalam dan jangan
ke luar, di atasmu dan bukan di bawahmu, di sekitarmu tetapi bukan di
dalam dirimu?
Apakah sifat dari kesadaran keseluruhan laut? Dan dengan
pikiran laut macam apa, bunga karang harus mulai? Ada sebuah cerita di
India tentang seekor kodok yang berasal dari sebuah danau besar yang
disebut Lake Superior. Suatu ketika ia pergi ke negara agraris dimana
ada banyak sapi. Bilamana sapi-sapi berjalan maka bekas-bekas injakannya
akan tetap berlubang dan di musim hujan lubang-lubang bekas injakan
sapi tersebut digenangi air. Seekor berudu dilahirkan di lubang
tersebut. Suatu saat katak yang lahir dan hidup di lubang-lubang bekas
injakan sapi bertemu dengan kodok dari Lake Superior dan bertanya
sebagai berikut: Dari mana asal anda? Saya tinggal di Lake Superior.
Dimana Lake Superior itu? Oh, jauh di seberang sana. Apakah anda punya
banyak air di sana? Tentu, kami punyai air yang cukup banyak di sana.
Adakah Lake Superior sebesar lubang ini? Sebesar lubang ini? Apa yang
anda maksudkan, berudu? Tentu jauh lebih besar dari lubang ini. Lebih
besar dari lubang-lubang ini? Ya.Kemudian berudu melompat dari satu
lubang ke lubang yang lainnya seraya bertanya: Ada sebesar ini? Bisa
saya melompati Lake Superior! Tidak, tidak, tidak, bukan dari sini ke
sana. Lake Superior jauh sekali lebih besar. Berudu terus
melompat-lompat dari satu lubang ke lubang yang lainnya sampai sepuluh
kali lalu bertanya: Ada sebesar dan selebar lompatan saya ini? Sebesar
lompatanmu sebanyak sepuluh kali tadi? Tidak, itu tidak ada artinya.
Jadi anda ini pembohong, kodok. Tempat sebesar itu tak mungkin eksis.
Ini
berarti bahwa, pertama kita perlu mengklarifikasi motif kita dalam
mencari Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, kita perlu menghilangkan impresi
pikiran kita yang menyangkut Tuhan Yang Maha Esa. Semua saran yang saya
kemukakan mengenai Tuhan Yang Maha Esa adalah palsu. Setiap proposisi
yang saya buat mengenai Tuhan Yang Maha Esa tidak lengkap. Setiap
ujaran tentang Tuhan Yang Maha Esa kurang bermakna. Tidak inti sari
dalam usaha kita membaca buku tentang Tuhan Yang Maha Esa secara terus
menerus. Satu-satunya poin adalah membersihkan pikiran dengan bertanya:
Apa yang saya inginkan? Apakah saya ingin mengenal Tuhan Yang Maha Esa?
Seandainya anda ingin mengetahui Tuhan Yang Maha Esa, maka anda tidak
usah membaca buku tentang Tuhan Yang Maha Esa.
Jika Tuhan Yang Maha
Esa itu ada dalam dirimu dan anda berkeinginan untuk mengenalNya maka anda harus mulai dengan pencelupan yang totalitas dalam inkuiri ini. anda harus memandang setiap benda dengan memfungsikan mata kepalamu
seperti mata Tuhan Yang Maha Esa. Dalam membuat dan mengambil setiap
keputusan yang anda akan pedomani dalam hidup ini anda harus bertanya:
Apakah pilihan ini kondisif dengan pencarian saya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa? Jika saya mengambil pilihan ini, akankah pilihan ini
mengantarkan saya secara langsung atau tidak langsung mendekati
pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa. Jika saya membuat pilihan semacam ini,
apa gerangan rintangan yang menghambat jalan saya mengenal Tuhan Yang
Maha Esa? Jika Anda ingin memandang hidup anda dari perspektif
seperti ini maka pikiran anda harus sudah determinen untuk menjalani
inkuiri tentang Tuhan Yang Maha Esa. Banyak manusia belum membuat
keputusan semacam ini. Mereka nampaknya sering hanya memberikan satu jam
dalam seminggunya untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dan selebihnya
mereka tidak tertarik dan ingat lagi denganNya. Saya akan mengkaji dan
mencermati konsep yoga Tuhan Yang Maha Esa dari sudut pandangan filsafat
vedanta yang berarti akhir kebijaksanaan. Sebab dimana kebijaksanaan
berakhir, di sana Tuhan Yang Maha Esa mulai. Misalnya, dalam buku-buku
Upanisad ada banyak pernyataan seperti: Seorang harus mengetahui bahwa
ada dua cabang pengetahuan yaitu, pengetahuan tentang pantai ini dan
pengetahuan tentang pantai yang satunya lagi. Ponetik, ritual, tata
bahasa, etimologi, astronomi, Rig Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan
Atharva Veda adalah merupakan teks yang suci dan pengetahuan intektual
tentang pantai ini. Tetapi para vidya, pengetahuan tertinggi, adalah
pengetahuan yang mengupas satu suku kata yang bersifat abadi, yaitu suku
kata OM.
Huruf O melambangkan suara semua kemunculan sedangkan huruf M
melambangkan keheningan - semua kembali pada asal mula. Eksponen
terbesar dari filsafat Vedanta adalah Shankara atau yang terkenal dengan
sebutan Shankaracharya. Acharya adalah gelar yang diberikan kepada
orang berpengatahuan atau ajaran orisinil yang sangat tinggi. Kemunculan
Filsafat Vedanta sama dengan jaman Vedas yaitu sekitar lima belas
atau abad sebelum masehi. Upanisad yang muncul antara abad ketiga belas
dan abad keenam sebelum masehi merupakan ekposisi dari kebenaran kitab
suci Veda. Kemudian sekitar abad kedelapan setelah masehi, Shankara
menghidupkan dan merumuskan kembali pengetahuan mengenai realitas ke
dalam kategori yang jelas. Oleh para guru di jaman itu pengetahuan
mengenai realitas ini disebut Brahman. Untuk selanjutnya tradisi semacam
ini lebih dikenal dengan sebutan Vedanta.
Dalam Vedanta kata tertinggi
untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa adalah OM dan kata yang sedikit
lebih rendah dari kata Om adalah Brahman. Namun semua pernyataan tidak
lengkap termasuk kata Om dan Brahman. Dalam tradisi Vedanta juga dikenal
adanya empat Mahavakyas atau kalimat-kalimat atau ungkapan yang
biasanya diberikan kepada para rahib untuk dikontemplasi seperti mantra.
Kata kontemplasi di sini artinya kurang lebih sama dengan kata
meditasi.
Adapun keempat kalimat mulia ter-sebut: Tat tvam asi -
Aku adalah engkau; Aham brahma-asmi - Saya adalah Brahman; Prajñanam
brahma - Brahman merupakan kesadaran murni; Ayam Atma brahma - Jiwa ini
sama dengan Brahman. Kata Brahman hendaknya jangan diterjemahkan dengan
kata Tuhan Yang Maha Esa sebab menurut `Vedanta fenomena alam semester
ini yang manifes berjenis-jenis pada realitasnya tidak dibedakan dengan
Brahman. Namun untuk mengenal hal ini maka rasa ego itu harus dienyahkan
sehingga jiwa-atman yang bersemanyam setiap orang akan menyatu dengan
Paramatman.
Tugas guru adalah mengingatkan pencari kebenaran bahwa
Brahman itu adalah engkau sampai akhirnya melalui kontemplasi ia akan
menemukan Paramatman di dalam diri dan berkata: Saya itu; semua Tuhan
Yang Maha Esa, dan saya Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi dengan ungkapan
"Saya" adalah Tuhan Yang Maha Esa? Kata "Saya" yang mengatakan "mata
saya dan telinga saya?". Kata "Saya" yang mengatakan "Saya laki-laki"
atau "Saya perempuan?" Jika Anda mengatakan "Saya laki-laki" atau "Saya
perempuan". Anda tidak bisa mengatakan "Saya Tuhan Yang Maha Esa." Jika
Anda mengatakan "Saya Jhon," anda juga tidak bisa langsung mengatakan
"Saya Tuhan Yang Maha Esa." Jika Anda mengatakan "Saya Orang India,"
atau "Saya orang Amerika," anda juga tidak bisa mengatakan "Saya Tuhan
Yang Maha Esa." Untuk mengetahui dan mengatakan "Saya adalah Tuhan Yang
Maha Esa," maka kesadaran mengenai "Saya laki-laki, saya perempuan, saya
manusia, saya daging, saya badan, saya pikiran, saya Jhon, saya orang
India dan saya orang Amerika," harus berakhir. Semua bentuk uphadis atau
kondisi yang keliru atau penyebutan yang salah yang anda telah berikan
pada Tuhan Yang Maha Esa merintangi anda untuk mengenal Tuhan Yang Maha
Esa yang sebenarnya adalah dirimu.
Dalam proses meditasi
tatkala seorang meditator menyatukan kesadarannya dengan atman, sang
diri, maka tujuannya adalah menjauhkan diri dari segala kondisi yang
keliru, semua bentuk lapisan pembatas. Misalnya, ketika anda melakukan
meditasi, jauhkanlah pikiranmu dari semua bentuk lapisan pembatas.
Apa yang terjadi? Biasanya pikiran anda akan mengambil kontemplasi.
Kontemplasi merupakan alam pikiran. Bila anda memandang tembok, lalu apa
yang terjadi pada pikiranmu? Pikiranmu akan mengambil wujud tembok.
Jika tidak demikian halnya anda tentu tidak mampu mengalami tembok
sebagai tembok. Bila anda menatapi tanganmu, maka pengalaman tangan akan
terbawa ke dalam pikiranmu. Ini artinya pikiran anda saat itu mengambil
bentuk, sifat, pengalaman mengenai tangan. Semua bentuk pengalaman
pikiran terbentuk dari proses internalisasi sesuatu yang eksternal dan
segala hal eksternal yang dialami menjadi pikiran. Jadi kalau anda
secara konstan menginternalisasi semua bentuk pengalaman ini, maka anda
berpikir bahwa anda mengalami tembok atau tangan. Apa yang sebenarnya
terjadi anda, sang diri, mengamati pikiran yang telah mengambil nama,
rupa dan bentuk tembok. Anda - sang diri yang suci, saksi, yang tak
ternodai, atman yang tak tersntuh - mengamati pikiran.
Tidak hal lain
yang anda pernah alami dalam hidup ini. Anda mengira dan merasa memeluk
seorang wanita atau seorang pria. Itu palsu. Tidak mungkin! Sesungguhnya anda, sang diri, yang sedang mengamati pikiran mengambil rupa pelukan
dan memihak pada pelukan tersebut. Apapun yang terjadi di luar
sesungguhnya terjadi pada pikiran dan melalui pikiran. Kalau tidak
demikian, maka tidak akan terjadi pelukan atau sentuhan Tuhan Yang Maha
Esa . Jika anda jauhkan pikiranmu dari jari-jarimu, apakah ada sentuhan
Tuhan Yang Maha Esa? Anda duduk becakap-cakap dengan seseorang, dan
semua perbincangan jatuh pada telingamu, namun pikiranmu ada jauh di
tempat lain. Apa yang terjadi? Anyata-mana abhunam nadarsam - Pikiranku
di tempat lain; saya tidak mendengar. Anyata-mana abhunam nasrusam -
Pikiranku di tempat lain; saya tidak melihat apa yang sedang terjadi.
Manasaivayam pasayati manana smnoti – Dengan pikiranlah seorang melihat
atau mendengar.
Seorang tukang emas sibuk mengerjakan salah satu model
perhiasan perak. Prosesi kerajaan lewat, dan orang-orang kerajaan
berkata, "Orang macam apa kamu tukang emas? Berdiri! Tidakkah anda punya
rasa hormat pada sang raja yang sedang melewati jalan? Setiap orang
berdiri dan tundukan kepala! Lalu tukang emas berkata, "Raja mana?"
"Raja yang mana?" Raja dunia yang baru lewat. Anda merasa berada di
mana?" "Saya mengerjakan pekerjaan saya. Saya tidak tahu prosesi kerajaan
lewat. Anyata-mana abhuvam napshyam. Pikiranku di tempat lain. Saya
tidak melihat. Pikiranku ada di tempat lain. Saya tidak mendengar.
Jadi
hanya dengan pikiran anda melihat. Hanya dengan pikiran anda mendengar.
Apapun bentuk dan rupa yang lewat di jalanmu akan menyentuh indramu, dan
semua impresi masuk dalam pikiran. Adalah pikiran yang paling dekat
dengan anda yaitu atman, sang diri. Anda dalam wujud atman, mengamati
pikiran yang mengambil berbagai rupa dan bentuk termasuk jarak,
warna, perasaan, sensasi, memori dan bentuk penggabungan yang lain. Anda
berpikir melihatnya terjadi semua di luar badan! Cobalah pahami prinsip
ini dulu karena sungguh sangat imperatif.
Jadi bilamana anda menjauhkan
pikiran dari kesadaran obyek, apa yang sebenarnya anda lakukan? Anda
hanya mengelupas lapisan dinding terluar dari tembok yang membelenggu
atman. Kami katakan, "Tariklah pikiranmu dari semua tempat yang lain dan
sadarilah tempat anda sekarang berada. Tariklah semua pikiranmu dari
semua ruang yang lain dan sadarilah ruang yang ditempati badan anda
sekarang. Ini artinya anda memindahkan lapisan yang paling luar.
Kemudian secara perlahan-lahan anda akan mengurangi lapisan kedua yaitu,
kesadaran badanmu. Kemudian lanjut pada lapisan ketiga, yaitu kesadaran
nafasmu, lapisan keempat yaitu, kesadaran pikiran, dan lapisan
kesadaran kelima yaitu pikiran bawah sadar, dan seterusnya sampai anda
menembus bagian lapisan terdalam. Pada saat itulah pikiran mulai melihat
bayangannya sendiri, namun belum melihat Atman, Sang diri.
Jadi kita
perlu membebaskan diri dari uphadis, belenggu lapisan pembatas yang
telah kita tempatkan pada Brahman yang satu adanya. Sarvam khalv-idam
brahma: Tidak ada "banyak" di sini. Tidak ada "Saya" dan "Kamu".
Hanya ada atman, sang diri. Berapa banyak laut ada dalam tubuh seribu
bunga karang yang mengapung di lautan? Hanya satu dan tidak ada yang
lain. Menurut Upanisad, kalau tidak ada yang lainnya maka, tidak ada
ketakutan dan penderitaan. Bilamana seorang melihat sang diri
bersemanyam di semua bentuk kehidupan dan semua kehidup-an dalam atman,
maka tidak ada lagi penderitaan, tidak ada lagi agitasi, dan tidak ada
lagi khayalan.
Sang Diri ini adalah Brahman. Ayam-atma brahma. Di dunia
maya ini kita dihadapkan pada masalah ketidak-tahuan. Seluruh alam
semesta yang kelihatan berjenis-jenis ini adalah merupakan satu kesatuan
yang ekspansif, satu Brahman yang tak terbatas. Tidak ada yang lain -
tidak ada tirai, tidak ada tembok, tidak ada rupa dan bentuk. Semua
ini hanya ibarat ombak dan gelombang yang menampakan diri dalam satu
Kehidupan. Yang menjadi permasalahan, kalau semua ini benar mengapa saya
tidak mengetahuinya? Sebab saya kurang pengetahuan sejati mengenai
diriNya. Kapan pengetahuan sejati itu saya miliki, di kala itu Sang Diri
adalah Brahman. Namun hal ini tidak berarti bahwa dalam menjalani
keseharian kehidupanmu anda tidak mematuhi sifat-sifat dunia maya yang
normal.
Ada cerita seorang murid yang telah mempelajari teks Vedanta
dari gurunya di sebuah Ashram selama dua belas tahun. Ia betul-betul
telah menguasai filsafat dan logika Vedanta dan secara totalitas telah
mencelupkan diri dalam pengetahuan Brahman. Pada suatu saat sang guru
menyuruh si murid pergi ke kota untuk pertama kali dalam hidupnya guna
menghadapi hiruk pikuk, kebisingan dan kegegeran. Setelah sampai di kota
tujuan, gajah sang raja sedang diarak dalam keadaan marah dan ngamuk,
dan orang yang menungganginya telah berusaha mengendalikannya seraya
berteriak-teriak memperingatkan setiap orang yang lalu lalang di
jalanan. Hati-hati! Minggir-minggir! Awas-awas! Tetapi sang brahmacari
karena telah mempelajari semua filsafat Vedanta dan tahu semua adalah
Brahman, berpikir sejenak, "Saya Brahman. Gajah Brahman. Bagaimana
mungkin Brahman melukai Brahman?" Ia sendirian terus berjalan sambil berkontemplasi
dan mengucapkan kalimat "Sarvam khavidam Brahma - semua ini Brahman."
Gajah yang sedang marah dan ngamuk tersebut memukul si brahmacari dengan
belalainya dengan sangat keras sampai jatuh di pinggir jalan dan
terluka. Ia bangun dan mengoyang-goyangkan badannya, dan sang guru
yang menyaksikan dari atas tiba-tiba saja berdiri di sampingnya. Lalu
sang murid berkata, Guru yang telah mengajarkan bahwa semua yang ada ini
Brahman. Bagaimana bisa terjadi Brahman melukai Brahman? Sudah tentu,
jawab sang guru, "Brahman tidak dapat mencederai Brahman." Tetapi bukankah
orang yang menunggangi gajah tadi telah memperingatkanmu untuk
hati-hati dan minggir. Kenapa anda tidak mendengarnya "Brahman?"
Jadi
jelas realitas empiris jagad raya tidak bisa dimungkiri. Selama anda
berada di dunia ini, saudaramu adalah saudaramu, suamimu adalah suamimu,
istrimu adalah istrimu, dan nilai-nilai dari realitas yang beragam
sekali tingkatannya tidak dapat dipertukarkan karena realitas tersebut
eksis tingkat kesadarannya sendiri. Banyak orang berpendapat bahwa
kesadaran seseorang eksis pada tingkat kesadaran dunia. Hal itu
mungkin ada benarnya. Tetapi filsafat Vedanta mengajarkan kepada kita
bahwa realitas dunia eksis pada tingkat kesadaranmu. Dus dimana
kesadaranmu, di sana juga sistem nilai yang cocok buat anda. Nilai-nilai
dari satu tingkat kesadaran tidak dapat disilangkan dengan nilai-nilai
dari tingkatan yang lainnya. Tatkala seorang yogi bergerak dari satu
tingkatan kesadaran ke tingkat kesadaran yang lain, ia menemukan
berbagai emanasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai realitas pikiran dan
kesadaran. Apapun yang ia pernah dengar dikatakan oleh orang-orang suci
dan teks sekarang ia uji melalui proses pikiran dan pengalaman kesadaran
Tuhan Yang Maha Esa. Sebelumnya ia hanya percaya, sekarang ia
betul-betul mengetahuinya.
----------------------------------------------
*Tulisan ini diterjemahkan dari salah satu bagian buku yang berjudul GOD oleh
Dr.Pandit Usharbudh Arya, D.Litt,The Himalayan
International Institute of Yoga and
Philosophy, Honesdale, Pennsylvania, Amerika, 1985.