Saturday 4 May 2013

ANACARAKA SAMSARA

A Na Ca Ra Ka, Da Ta SaWa La, Pa Dha Ja Ya Nya, Ma Ga Ba Tha Nga. Sangat popular (dulu) di kalangan masayarakat Bali, dan Jawa (saya rasa). Cerita di balik anacaraka, yang saya kenal waktu di sekolah dasar dulu, adalah mengenai dua orang utusan Sang Aji Saka, bertempur dan mati dua-dua nya. Cerita tersebut nampaknya sederhana sekali, kata seseorang yang saya banyak dapatkan hal baru darinya. Namun kalau kita kembangkan sedikit, kita bisa memaknai sebagai gambaran SAMSARA, kelahiran berulang, reinkarnasi. Dengan memakai bantuan grafis sederhana seperti gambar di atas, buat saya menarik juga.

Kedua gambar di atas, sama-sama merupakan gambar lingkaran, atau angka NOL, bulat tak bersudut, tak berawal tak berakhir, muter terus. Tapi perbedaan utama di antara kedua lingkaran di atas, adalah arah tanda panah, yaitu arah putaran. Lingkaran SAMSARA, gambar sebelah kiri, arah putaran berlawanan arah jarum jam. Sebaliknya, lingakaran MOKSA, gambar sebelah kanan, arah putaran searah jarum jam. Maksudnya, kondisi SAMSARA akan dapat diubah menjadi MOKSA, bila mana di balik. Tentunya realitasnya mungkin tidak sesederhana ini.

Seperti disebutkan di atas, sisi sebuah lingkaran, adalah garis melingkar (bukan garis lurus) yang titik awalnya bertemu dengan titik akhirnya, sehingga sulit untuk menentukan di mana titik awal garis keliling sebuah lingkaran. Atau bisa dikatakan, titik awal bisa dibuat di mana saja. Namun, untuk tujuan pembahasan ini, untuk lingkaran Samsara, kita mulai dengan lingkaran kecil merah, yaitu lingkaran “A Na Ca Ra Ka” sebagai titik awal, dan kemudian berputar mengikuti arah putaran sesuai arah tanda panah.
Anacaraka, diartikan sebagai: ada (dua) utusan. Datasawala, diartikan sebagai: membawa pesan (dari pember ipesan yang sama). Padhajayanya, diartikan sebagai: (utusan-utusan tersebut) sama saktinya. Magabathanga, diartikan sebagai: (utusan-utusan tersebut akhirnya) semuanya tewas.

Tapi kalau kita kembangkan intrepretasinya, Anacaraka bukan hanya berarti sekedar utusan, tapi cocok juga melambangkan kelahiran, kelahiran manusia. Datasawala, dapat juga diperluas artinya sebagai membawa (meyakini) agama, dimana agama merupakan pesan. Padhajayanya, dapat diartikan sebagai sama-sama teguh dengan pesan yang dibawanya, sama-sama teguh dengan agama yang dibawa (diyakini) nya, walaupun pemberi pesan adalah sumber yang sama. Sama-sama teguh dengan pendirian bahwa pesan yang dia bawalah pesan yang asli, dan harus dipertahankan, walaupn kematian bayarannya. Karenanya tak dapat dihindari keduanya akhirnya berperang, dan tewas dua-duanya. Kemudian muncul kelahiran yang baru, mulai lagi, dengan siklus yang sama. Muter terus, lahir-perang-mati-lahir-perang-mati-lahir dst….. Akan begitu terus, dan hanya akan berhenti apabila kedua utusan tersebut menyadari, bahwa pesan yang mereka bawa adalah tujuannya sama, dari orang yang sama. Sehingga tidak perlu ada perang, tidak perlu ada kematian, dan tidak perlu ada utusan lagi untuk membawa pesan.


Kondisi kebalikan dari samsara, tercapai pada lingkaran moksa, lingkaran sebelah kanan.Untuk lingkaran ini, kita juga memulai dari lingkaran kecil merah. Kebalikan dari A-Na-Ca-Ra-Ka adalah Ka-Ra-Ca-Na-A. Kalau anacaraka ada artinya, maka karacanaa ada maknanya juga, atau kita artikan saja sebagai tidak ada utusan, tidak ada kelahiran (lagi). Tidak ada kelahiran itu, penyebabnya adalah karena tidak ada kematian, karena Nga-Tha-Ba-Ga-Ma, kebalikan dari magabathanga.  Tidak ada kematian itu disebabkan oleh tidak ada peperangan, karena sudah tercapai Nya-Ya-Ja-Dha-Pa, kebalikan dari padhajayanya. Kondisi di mana sudah ada pencerahan, kesadaran akan siapa kita dan siapa mereka, kondisi Santhi, damai. Manusia saling menghargai manusia lainnya, menghayati bahwa esensi semua agama adalah sama, bersumber pada sesuatu (pemberi pesan) yang sama, keadaan yang saling kasih, damai. Dengan demikian tidak perlu adanya datasawala, dan tidak perlu utusan (kelahiran) baru. Kondisi ini digambarkan sebagai kondisi Moksa. Manunggal dengan Brahman.

Ada beberapa versi yang saya tahu, sedikitnya dua versi, pemahaman moksa. Pemahanan pertama, yakni sang atma (roh, jiwa) kembali menyatu dengan Brahman, terbebas dari kelahiran kembali ke alam materi. Sedangkan versi kedua, adalah kondisi di alam materi dimana atman sudah mencapai tingkat Brahman, tidak lagi “sama-dan-berbeda-pada-saat-yang-sama”, tapi “sama-pada-setiap-saat”.

Kalau berimprovisasi, lebih baik berimprovisasi yang positif, dan jangan nanya sumbernya dari mana, atau nanya buku sucinya apa. 


No comments:

Post a Comment