Mantram dari Upanishad (Brhadaranyaka Upanishad — I.iii.28) ini banyak dipakai, dan diucapkan (chanted) berulang-ulang. Sebagaimana halnya secara umum, mengartikan suatu mantram, diperlukan kedalaman spiritual bagi yang membaca ataupun mengartikannya. Kalau tidak, kita akan cenderung hanya mendapatkan kulitnya saja, yang tidak jarang berbeda dengan isinya, alias keliru (bentuk halus dari salah) mengartikannya. Apalagi mengartikan suatu mantram yang melibatkan penterjemahan dari bahasa aslinya ke bahasa kita sendiri terlebih dahulu. Akan lebih sulit mendapatkan terjemahan yang akurat. Mantarm berikut ini sangat pendek, hanya terdiri dari 3 bait.
Om Asato Ma Sad-Gamaya
Ya Brahman, bimbinglah aku dari yang tidak benar menuju yang benar,
Tamaso Ma Jyotir-Gamaya
Bimbinglah aku dari kegelapan menuju cahaya yang terang
Mrtyor-Ma Amrtam Gamaya
Mrtyor-Ma Amrtam Gamaya
Bimbinglah aku dari kematian menuju kehidupan abadi
Kalau kita langsung loncat ke bait terakhir, terjemahan yang
sering dipakai adalah memohon bimbingan dari Tuhan / Barhman dari kematian
menuju kehidupan abadi. Bilamana diartikan secara apa adanya, seolah-olah
dengan doa ini, kita mengharapkan hidup yang abadi, dalam artian hidup di alam
materi ini sampai akhir jaman. Yang mana hal tersebut tidak mungkin terjadi dan
bertentangan dengan Dharma itu sendiri.
Namun, tidak mungkin rasanya ada mantram yang keliru. Maka
kemungkinannya adalah, kita
mengartikannya tidak tepat.
Kalau kita lihat bait pertama, - ASATo maa sad-gamaya -, mantram ini berisi permohonan bimbingan untuk
meningkatkan spiritualitas. Memohon atau punya keinginan agar tercerahkan,
tercerahkan dari hal yang tidak benar, menuju hal yang benar, dari hal yang
tidak nyata (semu) menuju hal yang nyata. Yang benar (truth), yang nyata (reality) dan
yang ada (existence), menurut ajaran Dharma, adalah hanya satu, yaitu yang kita
sebut Brahman. Dan dalam kaitan hubungan Brahman dan Atman, maka Atman juga
memiliki ketiga sifat tersebut. Yang artinya, diri kita yang sejati, yang ada,
nyata dan benar adalah sang Atman.
Jagat raya ini beserta isinya, selalu mengalami perubahan
dan akan terus berubah, terus bergerak. Siklus terus berjalan,
lahir-tumbuh-menua-mati (ditinggalkan)-lahir (yang baru dan lebih baik). Tidak hanya terbatas pada hal-hal fisik,
emosi manusia pun berubah-ubah, dari rasa bahagia, sedih dan marah. Menurut
ajaran Dharma, kita tidak bisa menyebut dunia seperti tersebut sebagai suatu
hal yang ultimately real, not
ultimately true either. Ultimately, dia tidak exist. Dia Nampak real, dst, tapi
sebenarnya tidak. Hal seperti ini disebut “ASAT”. Jadi yang dituju adalah berubah dari ASAT
menjadi SAT.
Orang yang berdoa memakai mantram
ini, secara teori semestinya dia sudah ingin mengurangi kemelekatan terhadap
hal yang semu ini. Karena yang semu ini
sangat gampang sekali, bahkan secara sekejap, bisa hilang, bagaikan istana pasir
disapu ombak di pantai. Kemelakatan terhadap ASAT selalu berakhir dengan
kepedihan. Sebaliknya, SAT adalah diri
kita yang sejati. Sat adalah kebahagiaan
rohani, kebahagiaan spiritual, yang pernah ada – yang saat ini ada – dan yang akan
selalu ada, dan tidak akan tersapu oleh gelombang waktu. Sebenarnya SAT ada
dalam setiap obyek ASAT. Tantangannya adalah, ujiannya adalah, kemampuan untuk
mengupas (memisahkan antara) kulit dan isinya. Berbicara mengenai ultimate
reality, kenyataan yang sejati, kita sebenarnya berbicara mengenai
SAT-CIT-ANANDA.
Kalau kita lihat bait kedua – tamaso ma jyotir gamaya –
artinya “bimbinglah aku dari kegelapan menuju terang". Dalam Dharma, yang dimaksudkan sebagai gelap
dan terang adalah “kebodohan” dan “pengetahuan”. Seseorang dalam kegelapan maksudnya, yang
bersangkutan tidak mengetahui, ataupun mengabaikan, ataupun masih bingung
mengenai kebenaran sejati. Obat dari kegelapan adalah cahaya terang, dan obat
dari kebodohan adalah pengetahuan. Pengetahuan
dalam hal ini adalah pengetahuan mengenai kebenaran sejati.
Bait ketiga – mrtyor mamrtam gamaya – artinya “bimbinglah
aku dari kematian ke keabadian”. Kalau
kita lihat dua bait pertama di atas, semuanya memohon bimbingan pencerahan
spiritual, maka bait ketiga ini pun masih berupa permohonan bimbingan
pencerahan spiritual. Bukan memohon agar hidup abadi di dunia materi ini. Dalam
ajaran Dharma, yang tak terlahirkan dan tak mati, adalah Atman, diri kita yang
sejati. Sedangkan badan kasar ini, badan fisik ini, akan mati pada waktunya,
dan terurai kembali ke unsur-unsur pembentuk alam. Sedangkan Atman, sang roh,
tidak pernah mati. Maka yang abadi adalah Atman. Arti dari mantram bait ketiga
ini, adalah memohon bimbingan agar kita sadar bahwa badan materi ini adalah
sementara. Dikaitkan dengan bait pertama, bahwa kita hendaknya tidak memiliki
kemelekatan kepada yang bersifat sementara, bersifat semu. Kita harus menemukan
diri kita yang sejati, yang abadi, yang tidak berawal tidak berakhir.
Dengan demikian, ketiga bait mantram ini, yang mencerminkan
perjalanan (journey) seseorang,
bukanlah perjalanan fisik dari satu tempat menuju ke tempat yang lain. Tapi
perjalanan rohani, perjalanan di dalam diri, dari kegelapan menuju cahaya terang, yang semuanya ada dalam
diri kita masing-masing.
No comments:
Post a Comment