Showing posts with label Upanisad. Show all posts
Showing posts with label Upanisad. Show all posts

Monday, 24 June 2013

PERCAKAPAN DENGAN SANG KEMATIAN


Sang Kematian berkata kepada Nachiketas, sang pencari kebenaran

Ada jalan kebahagiaan (Sreya)
Dan ada jalan kesenangan (Preya)
Keduanya menarik jiwa
Yang mengikuti yang pertama
Sampai pada kebaikan
Yang mengkitu kesenangan-kesenangan
Tidak mencapai Akhir


Kedua jalan terletak di depan manusia
Merenungkan mereka, orang bijak memilih jalan kebahagiaan
Orang lain memilih jalan kesenangan


Kamu telah merenungkan, Nachiketas
Tentang kesenangan-kesenangan
Dan kamu telah menolak mereka
Kamu tidak menerima belenggu pemilikan
Dengan mana manusia mengikat diri mereka
Dan di bawah mana mereka tenggelam


Ada jalan kebahagiaan, jalan bijaksana
Ada jalan kesenangan, jalan kebodohan
Mereka terpisah jauh
Dan menuntun ke akhir yang berbeda


Tinggal di tengah kebodohan
Mengira diri mereka bijak dan terpelajar
Orang-orang itu bergerak ke sana ke mari tanpa tujuan
Seperti orang buta menuntun orang buta


Apa yang ada di balik kehidupan
Tidak bersinar kepada mereka yang kekanak-kanakan
Atau mereka yang tidak peduli
Atau diperdaya oleh harta kekayaan
Dan karena itu
Mereka pergi dari satu kematian kepada kematian yang lain


Tidak banyak yang mendengar tentang Dia
Dan dari yang sedikit itu
Tidak banyak yang mencapainya
Mengagumkanlah mereka yang mengajarkan tentang Dia
Dan bijaklah ia yang dapat diajari tentang Dia
Mengagumkanlah ia yang tahu Dia ketika diajari


Dia tak dapat diajarkan oleh orang yang tidak mencapai Dia
Dia tidak dapat dicapai oleh banyak pikiran

Jalan kepadaNya adalah melalui guru yang telah melihat Dia
Dia lebih tinggi dari pikiran tertinggi
Sesungguhnya di atas semua pikiran


Atman, Sang Jiwa dari visi,
Tidak pernah lahir dan tidak pernah mati
Sebelum dia, tidak ada apapun
Dia SATU untuk selamanya

Tidak pernah lahir, dan abadi
Di luar masa lalu dan yang akan datang
Dia tidak mati ketika badan mati
Dia adalah Yang Abadi di antara hal-hal yang mati

---
Sumber: Upanishad Himalaya Jiwa, intisari Upanishad.
Katha Upanisad, Bagian 2
Oleh: Juan Mascaro & Swami Harshananda
Editor: Ngakan Putu Putra

Saturday, 8 June 2013

DALAM KEHIDUPAN SETELAH KEHIDUPAN


Jiwa itu tidak laki-laki, tidak perempuan
Tidak pula bukan laki-laki dan bukan perempuan
Ketika jiwa mengambil bentuk satu badan
Dengan badan yang sama jiwa itu terikat

Jiwa lahir dan berkembang di dalam satu badan
Dengan mimpi-mimpi dan keinginan-keinginan dan makanan kehidupan
Dan kemudian dia lahir dalam badan-badan baru
Sesuai dengan karma-karmanya sebelumnya

Kualitas dari jiwa menentukan badannya yang akan datang
Bersifat bumi atau bersifat udara
Berat atau ringan

Pikiran-pikiran dan tindakan-tindakannya dapat membawanya 
Kepada kebebasan 
Dalam kehidupan setelah kehidupan 

Tapi ada Tuhan dari bentuk-bentuk tak terbatas
Ketika seorang manusia mengetahui Tuhan
Yang tersembunyi dalam hati,
Seperti krim yang tersembunyi dalam susu
Dia bebas dari semua ikatan

Dia adalah pencipta segalanya
Senantiasa hidup dalam rahasia ciptaannya
Dia di luar awal dan akhir
Dan dalam kemuliaannya segala hal berada.

---
Sumber: Upanishad Himalaya Jiwa, intisari Upanishad.
Katha Upanisad, Bagian 2
Oleh: Juan Mascaro & Swami Harshananda
Editor: Ngakan Putu Putra


Friday, 7 June 2013

SEPERTI KUSIR BURUK DENGAN KUDA-KUDA LIAR

Ketahui Atman sebagai Tuan (Pemilik) kereta
Dan tubuh sebagai kereta itu sendiri
Ketahui bahwa akal adalah kusir
Dan citta (intelegensi) sesungguhnya kendali
Kuda-kuda, kata mereka, adalah indria
Dan jalan mereka adalah obyek dari indria

Ketika jiwa menjadi satu dengan citta dan indria
Dia disebut "seorang yang memiliki kebahagiaan dan penderitaan"

Dia yang tidak mempunyai pemahaman yang benar 
Dan cittanya tidak pernah teguh
Bukanlah penguasa bagi hidupnya
Seperti kusir buruk dengan kuda-kuda liar

Tapi dia yang mempunyai pemahaman yang benar

Dan cittanya selalu teguh
Adalah penguasa bagi hidupnya
Seperti kusir baik dengan kuda-kuda yang terlatih baik

Dia yang tidak mempunyai pemahaman yang benar

Ceroboh dan tidak pernah murni
Tidak mencapai Akhir perjalanan
Tapi mengembara dari kematian ke kematian (yang lain)
Dari kelahiran ke kelahiran (kembali)

Tetapi dia yang mempunyai pengertian

Hati-hati dan selalu murni
Mencapai Akhir perjalanan
Dari mana dia tidak kembali

Orang yang keretanya dikemudikan oleh akal

Yang mengamati dan memegang kendali cittanya
Mencapai Akhir perjalanan
Jiwa tertinggi yang abadi

Di balik indria adalah obyek-obyek mereka

Dan dibalik obyek-obyek adalah citta
Di balik citta adalah akal murni
Di balik akal adalah Jiwa di dalam manusia
Di balik jiwa manusia adalah jiwa semesta
Dan dibaliknya adalah Purusha, Sang Jiwa Tertinggi

Tidak ada apapun di balik Purusha

Dia adalah akhir dari perjalanan itu



-----
Sumber: Upanishad Himalaya Jiwa, intisari Upanishad.
Katha Upanisad, Bagian 3
Oleh: Juan Mascaro & Swami Harshananda
Editor: Ngakan Putu Putra







Thursday, 30 May 2013

DOA (MANTRAM) AGAR HIDUP ABADI (?)





Mantram dari Upanishad (Brhadaranyaka Upanishad — I.iii.28) ini banyak dipakai, dan diucapkan (chanted) berulang-ulang. Sebagaimana halnya secara umum, mengartikan suatu mantram, diperlukan kedalaman spiritual bagi yang membaca ataupun mengartikannya. Kalau tidak, kita akan cenderung hanya mendapatkan kulitnya saja, yang tidak jarang berbeda dengan isinya, alias keliru (bentuk halus dari salah) mengartikannya. Apalagi mengartikan suatu mantram yang melibatkan penterjemahan dari bahasa aslinya ke bahasa kita sendiri terlebih dahulu. Akan lebih sulit mendapatkan terjemahan yang akurat. Mantarm berikut ini sangat pendek, hanya terdiri dari 3 bait. 


Om Asato Ma Sad-Gamaya
Ya Brahman, bimbinglah aku dari yang tidak benar menuju  yang benar,
Tamaso Ma Jyotir-Gamaya
Bimbinglah aku dari kegelapan menuju cahaya yang terang
Mrtyor-Ma Amrtam Gamaya
Bimbinglah aku dari kematian menuju kehidupan abadi



Kalau kita langsung loncat ke bait terakhir, terjemahan yang sering dipakai adalah memohon bimbingan dari Tuhan / Barhman dari kematian menuju kehidupan abadi. Bilamana diartikan secara apa adanya, seolah-olah dengan doa ini, kita mengharapkan hidup yang abadi, dalam artian hidup di alam materi ini sampai akhir jaman. Yang mana hal tersebut tidak mungkin terjadi dan bertentangan dengan Dharma itu sendiri.  Namun, tidak mungkin rasanya ada mantram yang keliru. Maka kemungkinannya adalah,  kita mengartikannya tidak tepat. 

Kalau kita lihat bait pertama, - ASATo maa sad-gamaya -, mantram ini berisi permohonan bimbingan  untuk meningkatkan spiritualitas. Memohon atau punya keinginan agar tercerahkan, tercerahkan dari hal yang tidak benar, menuju hal yang benar, dari hal yang tidak nyata (semu) menuju hal yang nyata.  Yang benar (truth), yang nyata (reality) dan yang ada (existence), menurut ajaran Dharma, adalah hanya satu, yaitu yang kita sebut Brahman. Dan dalam kaitan hubungan Brahman dan Atman, maka Atman juga memiliki ketiga sifat tersebut. Yang artinya, diri kita yang sejati, yang ada, nyata dan benar adalah sang Atman.  

Jagat raya ini beserta isinya, selalu mengalami perubahan dan akan terus berubah, terus bergerak. Siklus terus berjalan, lahir-tumbuh-menua-mati (ditinggalkan)-lahir (yang baru dan lebih baik).  Tidak hanya terbatas pada hal-hal fisik, emosi manusia pun berubah-ubah, dari rasa bahagia, sedih dan marah. Menurut ajaran Dharma, kita tidak bisa menyebut dunia seperti tersebut sebagai suatu hal yang ultimately real, not ultimately true either. Ultimately, dia tidak exist. Dia Nampak real, dst, tapi sebenarnya tidak. Hal seperti ini disebut “ASAT”.  Jadi yang dituju adalah berubah dari ASAT menjadi SAT.   

Orang yang berdoa memakai mantram ini, secara teori semestinya dia sudah ingin mengurangi kemelekatan terhadap hal yang semu ini. Karena yang semu ini sangat gampang sekali, bahkan secara sekejap, bisa hilang, bagaikan istana pasir disapu ombak di pantai. Kemelakatan terhadap ASAT selalu berakhir dengan kepedihan.  Sebaliknya, SAT adalah diri kita yang sejati.  Sat adalah kebahagiaan rohani, kebahagiaan spiritual, yang pernah ada – yang saat ini ada – dan yang akan selalu ada, dan tidak akan tersapu oleh gelombang waktu. Sebenarnya SAT ada dalam setiap obyek ASAT. Tantangannya adalah, ujiannya adalah, kemampuan untuk mengupas (memisahkan antara) kulit dan isinya. Berbicara mengenai ultimate reality, kenyataan yang sejati, kita sebenarnya berbicara mengenai SAT-CIT-ANANDA.

Kalau kita lihat bait kedua – tamaso ma jyotir gamaya – artinya “bimbinglah aku dari kegelapan menuju terang". Dalam Dharma, yang dimaksudkan sebagai gelap dan terang adalah “kebodohan” dan “pengetahuan”.  Seseorang dalam kegelapan maksudnya, yang bersangkutan tidak mengetahui, ataupun mengabaikan, ataupun masih bingung mengenai kebenaran sejati. Obat dari kegelapan adalah cahaya terang, dan obat dari kebodohan adalah pengetahuan.  Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan mengenai kebenaran sejati. 




Bait ketiga – mrtyor mamrtam gamaya – artinya “bimbinglah aku dari kematian ke keabadian”.  Kalau kita lihat dua bait pertama di atas, semuanya memohon bimbingan pencerahan spiritual, maka bait ketiga ini pun masih berupa permohonan bimbingan pencerahan spiritual. Bukan memohon agar hidup abadi di dunia materi ini. Dalam ajaran Dharma, yang tak terlahirkan dan tak mati, adalah Atman, diri kita yang sejati. Sedangkan badan kasar ini, badan fisik ini, akan mati pada waktunya, dan terurai kembali ke unsur-unsur pembentuk alam. Sedangkan Atman, sang roh, tidak pernah mati. Maka yang abadi adalah Atman. Arti dari mantram bait ketiga ini, adalah memohon bimbingan agar kita sadar bahwa badan materi ini adalah sementara. Dikaitkan dengan bait pertama, bahwa kita hendaknya tidak memiliki kemelekatan kepada yang bersifat sementara, bersifat semu. Kita harus menemukan diri kita yang sejati, yang abadi, yang tidak berawal tidak berakhir. 


Dengan demikian, ketiga bait mantram ini, yang mencerminkan perjalanan (journey) seseorang, bukanlah perjalanan fisik dari satu tempat menuju ke tempat yang lain. Tapi perjalanan rohani, perjalanan di dalam diri, dari kegelapan menuju cahaya terang, yang semuanya ada dalam diri kita masing-masing.

Thursday, 16 May 2013

UPANISAD

Ia menyampaikan kebenaran, kebaikan dan keindahan
Ia adalah Satwam - Siwam - Sundaram
Ia adalah campuran doa, sembahyang, berita, 
Analogi, parabel, kisah sejarah, perintah hukum dan dialog
Bahasa dialog kerohanian yang lembut 
Yang bermakna dalam
Untuk membangun kesadaran
Melalui pencapaian pengetahuan dan pengalaman 



Dialog antara murid dan guru
Murid-murid bertanya
Para pencari Tuhan didorong untuk bertanya
Guru menjawab

Dialog yang bersih dari kata-kata keras yang bersifat ancaman
Bersih dari kata-kata keras yang bersifat kutukan atau caci maki
Bersih dari kata-kata keras yang bersifat permusuhan
Kecuali terhadap musuh dalam diri

Manusia bertanya
Tuhan menjawab
Tetapi kita tidak memahami jawabanNya
Karena mereka ada di dalam kedalaman jiwa kita
Dan akan tetap berada di sana
Sampai kita mati

Jawaban sesungguhnya
Ada di dalam diri kita