Mengapa saya katakan
"bagi saya"? Sebab inilah pandangan saya terhadap Panca Sraddha. Mungkin
kali ini, apa yang saya sampaikan cenderung subjektif karena dititiktolakkan
dari pengalaman pribadi saya sebagai seorang yang baru pulang ke Rumah Dharma.
Namun karena nilai-nilai Panca Sraddha memang merupakan fondasi keyakinan umat
Hindu, maka biarlah catatan ini menjadi sebuah nilai tambah untuk memperkaya wawasan.
Seperti yang kita
tahu, Panca Sraddha adalah dasar. Setelah jauh-jauh mempelajari banyak aspek Dharma,
ujung-ujungnya menengok Panca Sraddha kembali. Bagi saya, kelima konsep ini mewakili
banyak nilai ke-Hindu-an dan merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
kehidupan.
Sraddha pertama,
percaya kepada Brahman dan segala manifestasi-Nya. Mengapa dikatakan "segala
manifestasi-Nya?". Karena Hindu Dharma merupakan ajaran yang memiliki
sistem teologi yang sangat komplek. Kalau sekedar percaya pada Tuhan, semua
agama percaya pada Tuhan. Tapi ada penekanan pada kata "manifestasi".
Semua bentuk aspek ke-Tuhan-an ada dalam Dharma.
Mau kita katakan
Hindu itu monotheisme betul, politheisme betul, pantheisme betul. Mau kita
anggap Tuhan itu memiliki wujud, siiakan, tidak berwujud, silakan. Mau kita
percaya bahwa Tuhan ada di langit kesekian, ada di pelinggih, ada di arca dan
gambar, ada di dalam setiap atom,bersemayam dalam jiwa, benar semua.
Saguna
Brahman-Nirguna Brahman, personal-impersonal, transenden-imanen, dualisme-non
dualisme, semua ada. Inilah yang dikatakan sebagai manifestasi. Karena itulah
mengapa agama Hindu memiliki banyak sekte, banyak marga, banyak yoga, banyak
nama Tuhan, di mana semuanya dianggap sah sebagai jalan menyembah Tuhan yang unik
dengan karakternya sendiri-sendiri.
Beda dengan agama
dogmatik yang mengurung Tuhan dalam satu wujud tunggal yang tidak boleh
dibantah. Bahkan, siapa sih, yang dipanggil Allah, Bapa, Tuhan, Tian, dll, oleh
umat agama lain? Tak lain adalah "Tuhan itu sendiri". Dan yang memiliki
konsep "nama di atas segala nama, wujud di atas segala wujud, Tuhan di
atas segala Tuhan, tanpa perbedaan', adalah Hindu. Catatan, jika salah mengartikan,statement
ini dapat menjebak kita pada kesamenisme (semua agama sama), but, think again, vang
memiliki kebijaksaan ini adalah Hindu Dharma. Bukan agama lain apalagi agama
legal dogmatik termasuk Islam dan Kristen.
Sraddha kedua,
percaya pada atman. Saat masih muslim, saya mengenal Allah sebagai khalik/pencipta
dan saya sebagai makhluk ciptaan. "Tiada Ku-ciptakan jin dan manusia kecuali
untuk beribadah pada-Ku', begitu firman A-llah dalam Al-Quran. Abdullah, Abdillah,
artinya hamba Allah, dan jangan heran kalau menemukan kelompok gereja yang
menamakan diri mereka sebagai Army of God, tentara Tuhan. Manusia adalah hamba.
Tapi konsep atma meruntuhkan itu.
Kita adalah jiwa,
bukan badan fisik. Jiwa atau atman, adalah percikan dari Paramaatman, Tuhan. Di
mana sudah menjadi kebenaran alamiah bahwa sebuah percikan akan cenderung
terhubung dan kembali pada sumbernya.
Tuhan itu Maha Baik,
melalui atma lah Dharma dan kebaikan ditanamkan. Sudah menjadi sifat naluriah
manusia untuk memiliki aspek spiritual dalam dirinya, serta cenderung terdorong
untuk berbuat hal-hal yang baik. Karena ada atma. Dan atma yang bersemayam pada
setiap makhluk adalah sama. Tanpa terbeda-bedakan oleh bingkai ras, suku,
agama, latar belakang, dll.
Buddha bersabda,
"sesungguhnya setiap manusia itu baik, lingkungan lah yang membuat dia
menjadi jahat." Keberadaan atma lah,yang melahirkan konsep Tat Twam Asi,
Vasudaiva Kutumbakam, Trihita Karana,Trikaya Parisuda, dll, yang mampu membuat
kita melihat dunia sebagai suatu kesatuan yang indah dengan beragam perbedaannya.
Apakah ajaran legal dogmatic memiliki kearifan ini? Saya rasa tidak.
Sraddha ketiga dan
keempat, percaya pada karmapala dan punarbhawa. Dulu ketika saya mempertanyakan
nasib rekan-rekan saya sesama kriminal, Allah hanya menjawab
"takdir". Berarti Allah tidak adil dong, ketika Dia menentukan nasib
dan takdir seseorang secara sepihak?
Jodoh, mati, rejeki,
qada' dan qadar merupakan perkara yang ditetapkan Tuhan bersamaan dengan
ditiupkannya ruh pada janin yang berusia empat bulan. Saya pun berontak, karena
kasihan pada nasib teman-teman. Kini, saya sudah tau jawabannya.
Kita kan punya konsep
karmapala. Ingat, karmapala itu jenisnya ada tiga. Karma yang dikerjakan
sekarang palanya diterima sekarang, karma yang dikerjakan di kehidupan
sebelumnya dan palanya diterima sekarang, serta karma yang dikerjakan sekarang
palanya diterima nanti di kehidupan berikumya.
Punarbhawa, adalah
proses pembelajaran jiwa sekaligus merupakan salah satu cara supaya karma bisa
terbayar. Inilah yang menyebabkan setiap orang memiliki nasib vang berbeda. Ada
yang cantik-jelek,sehat-sakit, kaya-miskin, bahagia-sengsara, dll. Bagi saya,
konsep karmapala dan punarbhawa jelas jauh lebih masuk akal daripada doktrin
takdir!
Sraddha kelima,
percaya kepada moksa. Bagi saya, konsep moksa benar-benar baru. Manunggaling kawula
gusti jelas tidak dikenal dalam tatar syariat. Betapa luhurnya moksa itu,
sangat spiritual. Dan inilah pendapat saya mengenai moksa: menurut saya,
siapapun yang memiliki kesempatan untuk mengenal moksa sebagai tujuan akhir,
sesungguhnya merupakan orang-orang yang sangat beruntung.
Ini artinya ya
Anda-Anda sekalian para penganut Dharma.
Sebab, bagi saya,hanyalah orang-orang yang tercerahkanlah yang akan
memperjuangkan moksa. Siapa sih, yang mau memperjuangkan hanya 'pulang saja'
sebagai tujuan akhir?
Sebab dalam moksa itu
tidak ada makanan, tidak ada minuman, tidak ada sungai arak dan madu, tidak ada
istana dari mutiara, tidak ada kerikil permata, tidak ada bidadari dan tidak
ada seks! Hanya 'pulang saja'. Suatu titik nol,kosong, sunya. Siapa sih yang akan
memperjuangkan titik sunyi ini kalau nggak saking jiwanya luhur banget? ? Coba lihat
saudara-saudara kita yang mabuk dalam iming-iming surga atau yang nangis-nangis
memohon ampun karena takut neraka. Beda. Jelas beda dengan ajaran Dharma.
Ah, inilah, Panca
Sraddha yang membuat saya jatuh cinta pada ajaran Hindu. Bagi saya, nilai-nilai
dalam Panca Sraddha semuanya baru, tidak dikenal di ajaran lama, dan merupakan
suatu ajaran yang sangat mendewasakan. Barangkali, bagi sebagian orang, bahasan
tentang Panca Sraddha sudah rnulai basi, sebab toh semua orang Hindu juga sudah
tahu. Tapi bagi saya, ketika saya sibuk menjejali otak dengan materi-mareri pembelajaran
hidup dengan berlandaskan ajaran Dharma, ujung-ujungnya kembali ke Panca
Sraddha juga.
Ketika kondisi susah senang saya ingat pada
karmapala dan punarbawa, ketika ego sedang dominan saya ingat pada atma, ketika
mencoba menghitung-hitung pahala dan dosa saya ingat pada moksa, dan pastinya
di setiap saat dan di setiap momen berharga dalam hidup saya, saya ingat Tuhan
beserta segala manifestasinya.
Saya belajar untuk hidup legowo, dan Panca
Sraddha adalah pembelajaran yang baik. Konsep ini sederhana tapi luas.
Berbanggalah kita memiliki konsep se-paripurna ini. Bagi saya, Panca Sraddha ga
ada basinya, mudah-mudahan bagi Anda pun demikian.
Mari Pulang ke Rumah Hindu
-Media Hindu-Edisi 110
No comments:
Post a Comment